Senin, 15 April 2013

Kebudayaan TANA TORAJA


“THE UNIVERSAL OF TANA TORAJA”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manusia dan Kebudayaan Indonesia
Dosen Pengampu        : Drs. Mukh Doyin, M.Si.

Oleh Kelompok 6:
RIHA KHOLIDIYAH (2101411001)
DINA ISNAINI SARASWATI (2101411017)
CINDA RIZKI AULIA (2101411020)
HERU JOKO SETIONO (2101411033)
REZA GHARINI (2101411066)
Rombel 1

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

PRAKATA

            Makalah ini merupakan penelitian kritis terhadap Kebudayaan yang ada di Indonesia. Makalah ini menjelaskan berbagai elemen penting tentang unsur-unsur universal suatu kebudayaan. Makalah ini akan sangat berguna, baik bagi pembaca yang berpengalaman maupun pemula.
            Kebetulan pada tugas makalah ujian akhir semester, penulis mendapat poin Suku Tana Toraja untuk diteliti dengan unsur-unsur universal yaitu: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan.
            Tidak ada gading yang tak retak; tidak ada yang sempurna di dunia ini, kecuali Allah S.W.T. Demikian halnya dengan makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna perbaikan pada waktu mendatang.
Ucapkan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berjasa atas terselesainya makalah ini.


Semarang, 25 Juni 2012

Penulis,






DAFTAR ISI

HAL
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................1
PRAKATA.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I             PENDAHULUAN.....................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................9
1.3 Tujuan Masalah......................................................................................9
BAB II            PEMBAHASAN........................................................................................10
2.1 Sistem Religi dan Upacara Keagamaan................................................10
2.2 Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan................................................12
2.3 Sistem Pengetahuan...............................................................................15
2.4 Bahasa....................................................................................................16
2.5 Kesenian.................................................................................................17
2.6 Sistem Mata Pencaharian Hidup............................................................23
2.7 Sistem Teknologi dan peralatan.............................................................24
BAB III          PENUTUP..................................................................................................26
4.1 Simpulan.................................................................................................26
4.2 Saran.......................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................27

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang Masalah
            Berbicara mengenai Suku Toraja tentu dalam benak kita terbayang sebuah etnik suku yang memiliki rumah panggung besar dengan atap menyerupai moncong perahu dan upacara adatnya yang melibatkan banyak orang untuk terlibat dan reputasinya pada hari ini telah mengarungi banyak negara. Daya tarik yang berasal dari khasanah kebudayaannya, arsitektur tradisional yang inspiratif serta kaya makna, dan keagungan prosesi adatnya menjadikan Tana Toraja memiliki nilai-nilai tersendiri yang pada hari ini banyak diminati oleh wisatawan untuk mengunjungi daerah tersebut. Hal ini diperkuat dengan kearifan lokal yang nilai-nilainya masih dijalankan oleh masyarakat sekitar Tana Toraja. Suku Tana Toraja yang pada hari ini masih mendiami daerah pegunungan masih mempertahankan gaya hidup Austronesia yang asli dan cenderung memiliki kemiripan dengan budaya yang ada di Nias.

            Melihat Suku Toraja sejenak Secara geografis, Komunitas Suku Toraja bertempat tinggal pada pegunungan di bagian utara sulawesi selatan. Lebih spesifik pada letaknya, Suku Toraja terletak di kabupaten Tana Toraja yang terletak dalam satuan kepemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan yang mana memiliki ibukota bernama Makale. Pada tahun 2007 kabupaten ini memiliki jumlah populasi sebanyak 248.607 jiwa. batas-batas geografis Kabupaten Tana Toraja di utara berbatasan dengan Kabupaten Mamuju, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu, lalu pada sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Enkerang, sementara pada sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mamasa.

            Berada pada zona waktu indonesia tengah, Secara klimatologi Kabupaten Tana Toraja termasuk kedalam daerah yang beriklim Tropis Basah. Hal ini secara kasar bisa kita ketahui melihat letak keberadaan tempat yang berada di daerah pegunungan. Dalam segi temperatur udara, suhu di Tana Toraja berkisar antara 150 c – 280 c dengan kelembaban udara yang berkisar antara 82 – 86 %. Curah hujan rata-rata di Tana Toraja berada pada kisaran 1500 mm/thn sampai lebih dari 3500 mm/thn.

            Jika pembaca sekiranya ingin mengunjungi Tana Toraja ada baiknya melihat masa-masa pembagian musim hujan dan musim kemarau yang umumnya ada di Kabupaten Tana Toraja. Untuk musim kemarau periode bulan april sampai dengan september merupakan rentang waktu datangnya kemarau tiba di Tana Toraja. Sedangkan musim penghujan biasanya tiba pada periode bulan Oktober sanpai dengan Maret. Menurut Oldement, tipe iklim di Kabupaten Tana Toraja adalah tipe C2 yaitu bulan basah (200 mm) selama 2 – 3 bulan berturut-turut dan bulan kering (100 mm) selama 2-3 bulan berturut-turut. Kondisi riil ini dianggap sangat mendukung sektor agraria daerah kabupaten Toraja.

            Pada hari ini diperkirakan populasi masyarakat suku toraja telah mencapai sekitar satu juta jiwa. Sekitar 50% dari total jumlah masyarakat Suku Toraja masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja dan kabupaten tetangga seperti Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Mamasa sisanya banyak masyarakat yang berasal dari Suku Toraja yang kini telah menetap di kota-kota lainnya di Sulawesi dan tidak sedikit juga yang merantau keluar Sulawesi. Kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Toraja adalah Kristen. Sementara sebagian ada yang menganut agama Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal dengan Aluk To Dolo.

            Berbicara mengenai kepercayaan animisme yang dimiliki Suku Toraja. Aluk To Dolo memiliki makna sebagai kesadaran bahwasannya keberadaan manusia hidup di bumi pada hakikatnya hanyalah untuk sementara. Prinsip ini ditanamkan sedemikian kuatnya yang mana pada akhirnya menjadi pondasi utama kepercayaan asli masyarakat Toraja. Sebagai penguat pemahamannya bahwasannya selama tidak ada orang yang bisa menahan matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun mutlak keberadaannya dan tidak bisa ditunda kedatangannya.

            Secara historis banyak yang meyakini bahwa Suku Toraja berasal dari Teluk Tongkin yang berada di daratan cina. Seorang Anthtropolog bernama DR.C. Cyrut meyakini bahwa masyarakat Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk lokal Sulawesi Selatan atau pribumi dengan pendatang dari teluk tongkin tersebut. Berawalnya akulturasi antara masyarakat pribumi dengan pendatang ini dari berlabuhnya imigran indo cina dengan jumlah yang dapat dikatakan cukup banyak di sekitar hulu sungai yang pada hari ini diperkirakan letak lokasinya berada di daerah Kabupaten Enrekang. Bangsa cina yang memang dikenal akan kebiasaannya bermigrasi segera membangun pemukiman di daerah tersebut untuk kemudian membangun sebuah peradaban baru.

            Nama Toraja sendiri sebenarnya merupakan kata dari Bahasa Bugis yaitu to riaja yang mana berarti “orang yang berdiam di negeri atas”. Identitas mereka yang pada hari ini kita ketahui bernama Toraja merupakan pemberian dari perintah kolonial belanda yang memberikan nama itu pada tahun 1909. Versi lain menyebutkan bahwasannya kata Toraja awal mulanya bernama toraya. Kata tersebut merupakan gabungan dari dua kata yaitu “to” yang berarti orang dan “raya” yang berasal dari kata maraya yang berarti besar. Artinya jika digabungkan menjadi suatu padanan makna orang-orang besar atau bangsawan. Seiring dengan berputarnya roda kehidupan lama-lama penyebutan nama Toraya berubah menjadi Toraja. Sementara itu kata Tana yang berada di depan kata Toraja memiliki arti sebuah negeri. Sehingga pada hari ini tempat pemukiman Suku Toraja dinamai Tana Toraja atau negeri tempat orang-orang besar berada.

            Sebelum masuknya pengaruh kolonial Belanda dan kristenisasi, di Tana Toraja memiliki sebuah pakem yang cukup jelas mengenai identitas diri mereka sebagai sebuah kelompok. Suku Toraja yang tinggal di daerah dataran tinggi memiliki sebuah identitas pengenalan diri yang diklasifikasikan bedasarkan asal desa mereka dan satu sama lain tidak merasa sama jika mereka bukan berasal dari kelompok desa yang sama. Meskipun ritual-ritual yang diadakan di tiap desa identik dan menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam segi dialek, hierarki sosial, dan macam-macam praktik ritual di daerah tersebut.

            Pemberian nama Toraja banyak diduga mulanya merupakan pemberian oleh suku bugis Sindengreng dan Luwu. Orang dari Suku Sindengreng menamakan penduduk daerah yang bermukim di daerah dataran tinggi dengan sebutan to riaja yang berarti “orang yang berdiam di pegunungan” sementara orang-orang yang berasal dari suku bugis luwu menyebutnya dengan to riajang yang memiliki arti “orang yang berdiam di sebelah barat”.

            Suku bangsa cina yang datang dari teluk tonkin ini sebenarnya terletak antara vietnam utara dan cina selatan. Pada awal kedatangannya mereka menempati wilayah di pesisir Sulawesi hingga akhirnya karena merasa membutuhkan situasi iklim yang sedikit banyak mirip dengan daerah asalnya, maka para pendatang ini memilih untuk bermukim di daerah dataran tinggi. Proses adaptasi yang cukup ekstrim diterima para pendatang memang membuat mereka secara rasional memilih untuk pindah dari pesisir menuju dataran tinggi itu.

            Secara historis pemerintah kolonial belanda masuk dan menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi pada abad ke-17. Melalui perusahaan dagangnya yang bernama vereenigde Oost-Indische Compagnie atau yang familiar di telinga kita bernama VOC selama dua abad mereka berkuasa di sulawesi dan memonopoli segala bentuk perdagangan dan kekuasaan politik. Namun hal ini justru relatif tidak terlalu berpengaruh banyak dalam beberapa hal bagi keberlangsungan eksistensi masyarakat Suku Toraja. Pemerintah kollonial belanda mengacuhkan daerah Tana Toraja karena dinilai sulit untuk dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan produktif. Letaknya yang berada pada dataran tinggi memang menjadi salah satu alasan utama mengapa belanda tidak begitu mengeksploitasi sumber daya di daerah Tana Toraja.

            Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial belanda yang mulai khawatir akan pesatnya perkembangan ajaran agama islam di Sulawesi Selatan terutama pada komunitas Suku Bugis. Belanda yang melihat bahwa keberadaan Suku Toraja yang relatif terisolir dari pengaruh luar akhirnya memutuskan untuk memusatkan proses kristenisasi di daerah Tana Toraja. Hal ini juga diperkuat karena masyarakat Tana Toraja masih menganut ajaran animisme mereka. Misionaris Belanda yang pada masa itu berusaha untuk menyebarkan ajarannya ternyata mendapat perlawanan kuat dari para masyarakat Suku Toraja. Hal ini dikarenakan penghapusan jalur perdagangan yang pada hakikatnya menguntungkan masyarakat Toraja. Beberapa orang asli Suku Toraja dipindah paksa ke dataran rendah oleh pemerintah kolonial Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak pada masa itu juga ditetapkan pada tingkatan yang amat tinggi dengan tujuan untuk mengikis kekayaan para elit masyarakat Suku Toraja. Pun begitu usaha-usaha belanda tersebut nyatanya tidak dapat merusak kebudayaan Toraja dan pada waktu itu hanya sedikit sekali terdapat populasi orang toraja yang menganut ajaran kristen.

            Pada tahun 1930-an. Konflik pun tidak luput menyelimuti tana toraja yang mana kali ini melibatkan penduduk muslim yang bertempat tinggal di daerah dataran rendah dengan para penduduk toraja. Akibat dari insiden ini banyak orang toraja yang memilih untuk beraliansi dengan pemerintah kolonial belanda guna meraih kemenangan atas penduduk muslim yang notabenenya juga merupakan terhitung sebagai musuh belanda pada masa itu. akibat aliansi ini banyak penduduk toraja yang akhirnya memilih untuk mengganti kepercayaan mereka menjadi kristen dalam rangka meraih aliansi dengan belanda serta mendapat perlindungan politik supaya bisa melakukan perlawanan balik terhadap orang-orang bugis dari Makassar yang bergama Islam.

            Pada periode antara tahun 1951 sampai 1965 setelah kemerdekaan indonesia Sulawesi Selatan mengalami kekacauan yang dipicu oleh pemberontakan Daarul Islam yang bertujuan untuk mendirikan negara islam di tanah Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut memiliki andil yang cukup besar mengapa perkembangan agama kristen di toraja semakin menunjukan peningkatan yang cukup signifikan.

            Dekrit President yang diterbitkan pada tahun 1965 yang mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk to dolo) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya menentang dekrit tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.





1.2       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai      berikut:
1.2.1    Bagaimana sistem religi dan upacara suku Tana Toraja?
1.2.2    Bagaimana sistem dan organisasi kemasyarakatan suku Tana Toraja?
1.2.3    Bagaimana sistem pengetahuan suku Tana Toraja?
1.2.4    Bagaimana bahasa suku Tana Toraja?
1.2.5    Bagaimana kesenian suku Tana Toraja?
1.2.6    Bagaimana sistem mata pencaharian hidup suku Tana Toraja?
1.2.7    Bagaimana teknologi dan peralatan suku Tana Toraja?

1.3       Tujuan Penulisan
1.3.1    Mengetahui sistem religi dan upacara suku Tana Toraja .
1.3.2    Mengetahui sistem dan organisasi kemasyarakatan suku Tana Toraja.
1.3.3    Mengetahui sistem pengetahuan suku Tana Toraja .
1.3.4    Mengetahui bahasa suku Tana Toraja.
1.3.5    Mengetahui kesenian suku Tana Toraja.
1.3.6    Mengetahui mata pencaharian hidup suku Tana Toraja.
1.3.7    Mengetahui teknologi dan peralatan suku Tana Toraja.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Sistem Religi dan Upacara Keagamaan
Sistem Religi mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Agama
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta.Alam semesta, menurutaluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah.Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.

Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacarapemakaman, disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Alukbisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian.Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.


Upacara Adat Pemakaman Suku Tana Toraja

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhG99oqalIrFsWoQ4JwqLMg_0WTIjickrrHOl_6Yy1TFP6bnVdp-PUGaKrZcju8Q4kE3ofJztmGgXkF0FL05XjHrT971McCMHqdiPHsUNBWqvrK_cxoJaN0LDSR6B_Dwyej619hYvgnt00/s320/tana+toraja+solo+01.jpg

Pada masyarakat Suku Tana Toraja, upacara pemakaman adalah ritual yang paling penting. Ritual ini biasanya dilakukan oleh keluarga bangsawan secara besar-besaran. Pesta pemakaman seorang bangsawan bisa dihadiri oleh ribuan orang serta dapat berlangsung selama lebih dari satu hari. Tempat prosesi pemakaman disiapkan di padang rumput. Musik-musik, nyanyian pengiring, puisi, dan tangisan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja, tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah. Upacara pemakaman ini digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan uang untuk biaya pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba, tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju dunia arwah atau akhirat. Jenazah dibungkus dengan kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke dunia arwah atau akhirat. Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di dunia arwah atau akhirat jika ada banyak kerbau.


Ritual pemakaman dalam kebudayaan toraja
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/1d/Burial_Site_2.jpg/250px-Burial_Site_2.jpghttp://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/15/Burial_Site_3.jpg/250px-Burial_Site_3.jpg

Ritual pemakaman oleh kebudayaan tana toraja terbilang "rumit". Dalam kebudayaan tana toraja pemakaman seseorang menjadi sebuah acara adat yang membutuhkan biaya yang sangat mahal. Upacara pemakaman yang dilakukan oleh masyrakat tana toraja dengan kebudayaan tana toraja bisa menunjukkan status sosial seseorang, semakin kaya ,maka upacara pemakaman semakin mewah dan besar. Jika keluarga yang ditinggalkan datang dari keluarga sederhana maka ia harus mengumpulkan uang terlebih dahulu agar bisa mengadakan acara pemakaman . Penyembelihan kerbau dan babi juga mewarnai upacara pemakaman pada kebudayaan toraja . Dalam pemakaman masyrakat tana toraja , mayat akan disemayamkan dengan tiga cara, yaitu peti berisi mayat disimpan digua, dimakamkan di batu berukir atau digantung begitu saja ditepian tebing.

2.2       Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Struktur Pemerintahan
Pada awalnya pemerintah yang ada di Tanah Toraja bersifat kerajaan yang dipimpin langsung oleh seorang raja seperti Raja Sangalla. Kemudian setelah Indonesia merdeka Tanah Toraja menjadi bagian dari Indonesia. Untuk sementara ini pemerintahan bersifat  otoda (Otonomi Daerah).
Desentralisasi dan Otonomisasi daerah (Otoda) harus diakui adalah sebuah proses yang bertolak belakang dari sentralisasi kekuasaan yang otoriter. Sentralisme kekuasaan dalam tangan penguasa yang otoriter telah menguasai masyarakat nusantara yang majemuk yang hidup di berbagai kepulauan nusantara yang bertaburan di atas samudra. Masyarakat nusantara mengalami perlakuan yang tidak adil. Jalan keluar dari ketidakadilan adalah desentralisasi kekuasaan dan otonomisasi daerah. Dengan kata lain, otoda adalah anak kandung dari usaha untuk memerangi ketidakadilan dan usaha untuk mengendorkan kuatnya matarantai kekuasaan otoriter yang membelenggu rakyat atau masyarakat nusantara.

Tingkatan kelas sosial masih terlihat pada kebudayaan tana toraja. kelas sosial diturunkan melalui ibu. adapun tingkatan kelas sosial yang dikenal dalam kebudayaan tana toraja yaitu bangsawan , orang biasa, dan budak kelas bangsawan mendapat tempat yang sangat dihormati di kebudayaan tana toraja. Bangsawan sangat menjaga martabat kebangsawanannya. kaum bangsawan wajib mengadakan ritual pemakaman dan jenazah bangsawan diletakkan ditempat pemakaman khusus.
Masyarakat Toraja hidup dalam komunitas kecil dimana anak-anak yang sudah menikah meninggalkan orangtua mereka dan memulai hidup baru ditempat lain. Meski anak mengikuti garis keturunan ayah dan ibunya tetapi mereka semua merupakan satu keluarga besar yang tinggal di satu rumah leluhur (tongkonan). Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Oleh karena itu, semua anggota keluarga diharuskan ikut serta sebagai lambang hubungan mereka dengan leluhur.
Tanah Toraja sendiri kini terbagi dalam dua wilayah Kabupaten, yaitu Tana Toraja dengan ibu kota Makale dan Toraja Utara dengan ibu kota Rantepao. Berikut ini beberapa objek menarik yang dapat memberi Anda kesan saat berkunjung ke Tana Toraja.



Masyarakat
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQbIuz7ZslPIGHv2jWHJim7y2ZZsHZ9qwqHfut39ZDZLXUscp7717Uj625smGkL1rXNFY4dZiL_dLrsTX9xZysHnJJnostdPF7O-ikp3N-GOaVeXYqoWY1OK34b92Dfc7IDzJvOAYW2Cvw/s320/Tana_Toraja.jpg

Keluarga
Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan.Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta. Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang.
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya. Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas nama ibu, ayah dan saudara kandung.
Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten Tana Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri. Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani masalah mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk kelompok; kadang-kadang, bebrapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan babi dalam ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang dalam hierarki sosial: siapa yang menuangkan tuak, siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, tempat setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, piring apa yang harus digunakan atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang diperbolehkan untuk masing-masing orang.

Kelas sosial
Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tingi, ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.
Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga,tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki.
Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.

2.3       Sistem Pengetahuan
            Masyarakat Toraja mempunyai sistem pengetahuan waktu yang berhubungan dengan         hari yang baik atau bulan yang baik. Dalam kehidupan masyarakat Toraja dikenal 3       waktu :
1.      Pertanam ( Setahun Padi )
2.      Sang Bulan ( 30 hari )
3.      Sang Pasa ( Sepekan )

2.4       Bahasa
Bahasa Toraja diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat kayu dan menyebutnya Pa’ssura (tulisan). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.
Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa’dan Toraja sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebgai Bahasa Nasional adalahbahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.
Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Tae’, Talondo’, Toala’, dan Toraja-Sa’dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi pengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.
Protestan: 65.15%, Katolik: 16.97%, Islam: 5.99% dan Aluk To Dolo: 5.99%.
Keragaman dalam bahasa Toraja
Denominasi
Populasi (pada tahun)
Dialek
Kalumpang
12,000 (1991)
Karataun, Mablei, Mangki (E'da), Bone Hau (Ta'da).
Mamasa
100,000 (1991)
Mamasa Utara, Mamasa tengah, Pattae' (Mamasa Selatan, Patta' Binuang, Binuang, Tae', Binuang-Paki-Batetanga-Anteapi)
Ta'e
250,000 (1992)
Rongkong, Luwu Timur Laut, Luwu Selatan, Bua.
Talondo'
500 (1986)

Toala'
30,000 (1983)
Toala', Palili'.
Torajan-Sa'dan
500,000 (1990)
Makale (Tallulembangna), Rantepao (Kesu'), Toraja Barat (Toraja Barat, Mappa-Pana).
Sumber: Gordon (2005).

2.5       Kesenian
Sungguh suatu karunia bahwa tak hanya tradisi dan alam Toraja yang menakjubkan, karena dalam kehidupan sehari-hari jiwa seni penduduk Toraja tampak kuat terpancar. Sehingga tak aneh di perkampungan maupun tempat-tempat obyek wisata pemakaman, selalu terlihat beberapa pusat kerajinan yang menawarkan cita rasa seni tersendiri.
Adapun kesenian yang ada di Toraja  diantaranya adalah
·         Tenun Ikat.  Desa To’ Barana’ di Sa’dang, di mana masih terlihat beberapa ibu-ibu tua yang asyik memintal kapas dan menenun benang. Ketekunan para perempuan tua itu sayangnya bakal punah kalau tidak dilanjutkan oleh orang-orang muda. Memang harus diakui keterampilan menenun membutuhkan kesabaran lebih, karena prosesnya menggunakan alat tradisional dan membutuhkan waktu yang cukup lama, berbilang bulan untuk sebuah kain tenun yang panjang dan cantik. Kain tenun yang agak lebar dan bisa digunakan untuk selendang maupun hiasan dinding bernilai sekitar Rp. 75.000,
·         Ukir Kayu. Pemahat tau’-tau’ dalam ukuran besar maupun kecil, serta beragam ukiran bisa ditemui tak hanya di Desa Kete’ Kesu, namun juga di Londa. Meski seringkali para perajin ini tidak sepenuhnya menggantungkan hidupnya dari membuat karya seni, namun mereka akan senang hati menerima pesanan beragam barang. Kerajinan buatan mereka biasanya juga dipasarkan di tempat-tempat lainnya di Toraja.
Yang menarik untuk dijadikan souvenir, terlebih saat merayakan valentine, adalah tau’-tau’ berukuran mini, kurang lebih 10 cm. Tau’-tau’ dengan profil pria dan wanita biasanya ditawarkan sepasang. “Jangan dipisahkan, mereka kau sepasang,” demikian bujukan sang penjual. Harga untuk ukuran mini maupun yang lebih besar (25 cm) biasanya tak jauh berbeda, sekitar Rp. 10.000,- per pasang. Rumitnya mendesain dan mengukir tau’tau’ itulah yang dinilai, bukan sekedar besarnya bahan baku yang dipakai

a.       Rumah adat kebudayaan tana toraja

            Rumah tradisional khas kebudayaan tator disebut Tongkonan, berasal dari Tongko yang             berarti "duduk". Rumah ini merupakan pusat pemerintahan kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyrakat dalam kebudayaan tana toraja. Dalam kebudayaan tana toraja , ada tiga jenis rumah tongkonan , pertama tongkonan merupakan tempat kekuasaan tertinggi yang digunakan sebagai pusat pemerintahan , kedua tongkonan pekamberan merupakan milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal. terakhir tongkonan batu khusus anggota keluarga biasa.
http://www.rrimakassar.com/wp-content/uploads/2009/08/100_5119_534x4001-150x150.jpg



b.      Keunikan ukiran dan pahatan asal tana toraja

Suku tana toraja menggunakan ukiran untuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial. ukiran dari kayu ini juga merupakan wadah berkomunikasi orang toraja karena bahasa toraja hanya di ucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Seni pahat  dapat dilihat dalam rumah tongkonan salah satu hasil seni pahat dalam kebudayaan tana toraja adalah kabongo yaitu kepala kerbau yang dipahat dari kayu cendana atau nangka dan dilengkapi tanduk kerbau asli.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi49kjIzmh_nDB7b2DwciBPHhvSDaL2Yjq4RurKpUoRtK-B-KRoe0CIZToTKauaTyfj8VwL67DXwpr2bbnpkAGt5HNeJx3GH64u47pnuph3VVEYdBBJ9rmBKH_65icLKds9HKzynKE1hQkv/s400/TorajaArt.JPG
Ukiran kayu Toraja: setiap panel melambangkan niat baik.
Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan kesuburan. Gambar kiri memperlihatkan contoh ukiran kayu Toraja, terdiri atas 15 panel persegi. Panel tengah bawah melambangkan kerbau atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu keluarga memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan simpul dan kotak, sebuah harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan hidup dalam kedamaian, seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak. Kotak bagian kiri atas dan kanan atas melambangkan hewan air, menunjukkan kebutuhan untuk bergerak cepat dan bekerja keras, seperti hewan yang bergerak di permukaan air. Hal Ini juga menunjukkan adanya kebutuhan akan keahlian tertentu untuk menghasilkan hasil yang baik.

Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja (lihat desain tabel di bawah), selain itu ukiran kayu Toraja juga abstrak dan geometris. Alam sering digunakan sebagai dasar dari ornamen Toraja, karena alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur.Ornamen Toraja dipelajari dalam ethnomatematika dengan tujuan mengungkap struktur matematikanya meskipun suku Toraja membuat ukiran ini hanya berdasarkan taksiran mereka sendiri.Suku Toraja menggunakan bambu untuk membuat oranamen geometris.






Beberapa motif ukiran Toraja
Torajan pattern - ne' limbongan.png


Torajan pattern - pa'barre allo.png


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXfMmI4RIGjbneFzfXtviWvvqMrOHlRRfWEhsNpu6ikZ7OkP5ZbM7DmSHXuKd-QhX6-jIGBqIrThJ0JcYAYb-nCtUMbfaMqF6D3qgauN_uWpQ8rMgLiWVFXV7agr9N35kEr-dOP1yn4HXG/s200/Torajan_pattern_-_pa'barre_allo.png


Torajan pattern - pa're'po sangbua.png


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqJR07PQ1YZUF-324YA5QUWz9TfU1JedAEGEatYRQ0cuE2UcSUU9EuEGabtAI7sdofZhNyQTUt6tlAWYmMs7bkG9Mhsq9TX0UWrzpXxDI1-EWiGYxsm3pFAKY1mM8hIOznLPENLkpvXgIo/s200/Torajan_pattern_-_pa're'po_sangbua.png




 Torajan pattern - pa'tedong.png


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPW_F7CjcKS5oQtWqicHAqCEE9RQ2lMZwiVVk0oxo-HyAicCu_n6JCxGNfAipG88JskKxlfOn_BICc9EYwYodYoSLsxvzp_ZCbr3KR590xwVmxCQfLO1bvnssIniPPIQ-fndPt1YxfHhRn/s200/Torajan_pattern_-_pa'tedong.png


c.       Tempat wisata di tana toraja

Ke'te kesu dan Londa adalah tempat perkuburan alam purba berdingding batu berupa gua. gua-gua di ke'te kasu dan Londa bisa mencaai 1000m .Gua tersebut penuh dengan tulang dan tengkorak para leluhur dan tau-tau . Tau-tau merupakan pertanda bahwa setelah sekian banyak putra-putra toraja terbaik yang di maksud melalui upacara  adat tertinggi di wilayah tana toraja. Berbagai macam obyek yang menarik baik secara langsung diciptakan oleh-Nya maupun secara sengaja dibuat oleh orang-orang yang memiliki cita rasa di bidang seni yang tinggi tentang budayanya sendiri,salah satu obyek wisata yang menarik adalah “Batutumonga”, Batutumonga adalah salah satu objek wisata alam yang ada di Toraja. Di Batutumonga kita dapat refreshing sejenak dan menikmati keindahan alam yang masih alami. Batutumonga terletak di kaki gunung sesean, tidak heran jika cuacanya sangat segar, dan bebas dari polusi.
Pekuburan Batu Lemo, tempat ini dianggap masyarakat Tana Toraja sebagai rumah para arwah. Di sini Anda dapat melihat mayat yang disimpan di tengah bebatuan yang curam. Ada puluhan makam unik yang berjejer di dinding batu  dilengkapi patung berupa manusia lengkap dengan diberi pakaian layaknya manusia yang masih hidup. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma Nene.
Pekuburan Gua Londa, berada sekitar 5 km ke arah selatan dari Rantepau. Merupakan bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Anda dapat melihatnya di tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam dan peti-peti mayat tersebut diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi bukit lainnya dibiarkan terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau.
Batu Tumonga, di sini Anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengahnya. Batu menhir ini memiliki ketinggian sekitar 2-3 meter. Dari sini Anda pun dapat melihat keindahan Rantepau dan lembah sekitarnya karena berada di daerah Sensean dengan ketinggai 1300 mdpl.
d.      Alat musik tradisional Toraja, adalah suling bambu yang disebut Pa'suling. Suling berlubang enam ini dimainkan dalam tarian Ma'bondensan. Alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari bertelanjang dada dan berkuku jari panjang. Alat musik lainnya yang digunakan adalah Pa'pelle yang dibuat dari daun palem dan dimainkan saat panen dan upacara pembukaan rumah.

e.       Tarian Toraja,
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/8/8c/Manganda_dance.jpg/250px-Manganda_dance.jpg
dapat Anda lihat biasanya saat upacara penguburan. Tarian ini untuk menunjukkan rasa duka cita sekaligus menghormati dan menyemangati arwah. Sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (Ma'badong). Kemudian di hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Anda akan melihat beberapa pria menari dengan pedang, prisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai hiasan ornamen lainnya. Tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia bertujuan untuk mengingatkan orang pada kemurahan hati dan kesetiaan yang meninggal. Setelah penyembelihan kerbau dan babi, ada tarian dimana sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma'dondan. Ada juga tarian Ma'bugi yang dilakukan untuk merayakan Pengucapan Syukur dan tarian Ma'gandangi yang ditampilkan saat menumbuk beras. Tarian Manimbong dilakukan pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan oleh wanita. Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja menari. Sebuah tarian yang disebut Ma'bua hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali yaitu saat pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.
2.6       Sistem Mata Pencaharian Hidup
            Masyarakat Toraja banyak yang memiliki sawah sehingga sebagian besar penduduk           Toraja bermata pencaharian sebagai petani. Dalam rumah tangga bagi orang suku    toraja suami dan isteri sama-sama mencari nafkah, seperti dalam pertanian kalau             suami mencangkul disawah adalah kewajiban isteri menanaminya.
Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan. Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja.

Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan minyak, ke Papua untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan Jawa. Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985.

Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dkenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.

Mata Pencaharian
Para perajin parang tersebar di berbagai wilayah Toraja. Namun kalau Anda ingin melihat proses pembuatannya, maka datanglah pada hari pasaran (6 hari sekali) yang digelar di Rantepao. Hari pasaran ini merupakan pasar terluas di Toraja, dengan keistimewaan perdagangan kerbau dan babi yang sangat besar.
Tanah lapang luas yang menampung kerbau dengan para penjualnya bersisian dengan kios-kios para perajin parang. Sistem pembuatan parang tradisional yang cukup cepat pengerjaannya bisa disaksikan di sini. Anda juga bisa menemukan perajin parade di Desa La’ Bo’, Kelurahan Sangga Lange (terusan arah Kete’ Kesu), yang selain bertani, mereka juga membuat parang dan dengan senang hati mereka akan memperlihatkan cara pembuatannya.
Tentu saja, sebagai rasa terima kasih, selayaknya Anda memberikan penghargaan berupa tips (min. Rp. 10.000,-) atas peragaan yang mereka sajikan, atau beli parangnya dengan harga sekitar Rp. 65.000,-. Namun harus diakui, parang dan pedang yang dijual di pasar permanen Rantepao lebih halus buatannya, tentu dengan harga yang lebih variatif, sesuai dengan model, ukuran dan motif yang ada

2.7       Sistem Teknologi dan Peralatan
Pada masyarakat Toraja terdapat bermacam-macam teknologi yang digunakan seperti :
Alat Dapur
          La’ka sebagai alat belanga
         Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu
          Karakayu yaitu alat pembagi nasi
          Dulang yaitu cangkir dari tempurung
          Sona yaitu piring anyaman
Alat Perang / Senjata Kuno
         Doke atau tombak untuk alat perang dan berburu
         Penai yaitu parang
          Bolulong yaitu perisai
          Sumpi atau sumpit
Alat Perhiasan
         Beke – ikat kepala
          Manikkota – kalung
          Komba – gelang tangan
          Sissin Lebu – cincin besar
Alat Upacara Keagamaan
          Pote – tanda berkabung untuk pria dan wanita
          Tanduk Rongga – Perhiasan dikepala
          Pokti – tempat sesajen
          Sepui – tempat sirih


Alat Musik Tradisional
          Geso – biola
          Tomoron – terompet
          Suling Toraja




BAB III
PENUTUP
4.1       Simpulan
            Masyarakat Tana Toraja memiliki budaya yang unik dank has di antaranya Rambu Solo’, Rambu Tuka, Ma’Badong , kuburan bayi dan masih banyak lagi. Rambu Solo’ merupakan upacara pemakaman leluhur atau orang tua. Upacara ini merupakan upacara paling meriah dan paling mewah dalam masyarakat Tana Toraja. Rambu Tuka merupakan upacara yang dilakukan sebagai bentuk syukuran. Upacara adat Rambu Tuka’ adalah acara yang berhungan dengan acara syukuran misalnya acara pernikahan, syukuran panen dan peresmian rumah adat/tongkonan yang baru, atau yang selesai direnovasi; menghadirkan semua rumpun keluarga, dari acara ini membuat ikatan kekeluargaan di Tana Toraja sangat kuat semua Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma’Bua’, Meroek, atau Mangrara Banua Sura’.
            Badong adalah warisan kebudayaan yang telah diwariskan turun-temurun oleh penduduk asli dan keturunan suku Toraja sejak berabad-abad yang lalu. Karena kekhasan, fungsi dan peranan, serta nilai kebudayaan untuk bersama-sama mendoakan orang yang telah meninggal membuat ma’badong masih bertahan hingga sekarang, bahkan sering dilaksanakan.Pelaksanaan upacara yang sakral ini tidak dinilai dengan penilaian ekonomis atau menjadi materi kekayaan, tetapi upacara yang mengandung kekayaan yang tidak ternilai harganya, sehingga harus tetap dilaksanakan dan dipedulikan oleh seluruh bangsa Indonesia, khususnya masyarakat asli Tana Toraja.

4.2       Saran
            “Tak ada Gading yang Tak Retak”



DAFTAR PUSTAKA

http://bougenvile.blogspot.com/2008/01/memahami-sosiologi-komunikator.htm/21 Juni 2012 pukul 15.31

http://community.um.ac.id/showthread.php?97853-Pemakaman-suku-Toraja /21 Juni 2012 pukul 15.45
http://dityamelodys.blogspot.com/2011/08/budaya-suku-toraja.html/21 Juni 2012 pukul 16.01
http://hery1516.blogspot.com/2010/12/kebudayaan-masyarakat-tana-toraja.html/21 Juni 2012 pukul 16.04
http://infosepuluh.blogspot.com/2010/02/keunikan-budaya-tanah-toraja.html/22 Juni 2012 pukul 07.12
http://kebudayaantoraja.blogspot.com/22 Juni 2012 pukul 07.18
http://megarezkyta.blogspot.com/2011/11/kebudayaan-tana-toraja.html/22 Juni 2012 pukul 07.30
http://telukbone.ucoz.net/23 Juni 2012 pukul 07.51
http://wegymantung.multiply.com/23 Juni 2012 pukul 08.21
http://www.tanatorajakab.go.id/ 23 Juni 2012 pukul 09.10


2 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa Announces First Location
    Borgata Hotel Casino 전라남도 출장마사지 & Spa Announces 경기도 출장마사지 First Location in Atlantic City 충청북도 출장안마 and a $3 Million The Borgata is a luxury hotel, casino, 상주 출장샵 and spa 의정부 출장마사지 in the Marina District,

    BalasHapus
  2. Selamat malam, apakah saya boleh bertanya terkait artikel diatas secara langsung ?

    BalasHapus