“THE UNIVERSAL
OF TANA TORAJA”
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manusia
dan Kebudayaan Indonesia
Dosen
Pengampu : Drs. Mukh Doyin, M.Si.
Oleh Kelompok 6:
RIHA KHOLIDIYAH (2101411001)
DINA ISNAINI SARASWATI (2101411017)
CINDA RIZKI AULIA (2101411020)
HERU JOKO SETIONO (2101411033)
REZA GHARINI (2101411066)
Rombel 1
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
PRAKATA
Makalah
ini merupakan penelitian kritis terhadap Kebudayaan yang ada di Indonesia.
Makalah ini menjelaskan berbagai elemen penting tentang unsur-unsur universal
suatu kebudayaan. Makalah ini akan sangat berguna, baik bagi pembaca yang
berpengalaman maupun pemula.
Kebetulan
pada tugas makalah ujian akhir semester, penulis mendapat poin Suku Tana Toraja
untuk diteliti dengan unsur-unsur universal yaitu: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian
hidup, sistem teknologi dan peralatan.
Tidak
ada gading yang tak retak; tidak ada yang sempurna di dunia ini, kecuali Allah
S.W.T. Demikian halnya dengan makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan guna perbaikan pada waktu mendatang.
Ucapkan terima kasih disampaikan kepada semua
pihak yang telah berjasa atas terselesainya makalah ini.
Semarang, 25 Juni 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
HAL
HALAMAN
JUDUL.........................................................................................................1
PRAKATA.........................................................................................................................2
DAFTAR
ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................4
1.1 Latar Belakang
Masalah.........................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................9
1.3 Tujuan
Masalah......................................................................................9
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................10
2.1 Sistem Religi dan Upacara
Keagamaan................................................10
2.2 Sistem dan Organisasi
Kemasyarakatan................................................12
2.3 Sistem Pengetahuan...............................................................................15
2.4 Bahasa....................................................................................................16
2.5 Kesenian.................................................................................................17
2.6 Sistem Mata Pencaharian
Hidup............................................................23
2.7 Sistem Teknologi dan peralatan.............................................................24
BAB III PENUTUP..................................................................................................26
4.1
Simpulan.................................................................................................26
4.2
Saran.......................................................................................................26
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Berbicara
mengenai Suku Toraja tentu dalam benak kita terbayang sebuah etnik suku yang
memiliki rumah panggung besar dengan atap menyerupai moncong perahu dan upacara
adatnya yang melibatkan banyak orang untuk terlibat dan reputasinya pada hari
ini telah mengarungi banyak negara. Daya tarik yang berasal dari khasanah
kebudayaannya, arsitektur tradisional yang inspiratif serta kaya makna, dan
keagungan prosesi adatnya menjadikan Tana Toraja memiliki nilai-nilai tersendiri
yang pada hari ini banyak diminati oleh wisatawan untuk mengunjungi daerah
tersebut. Hal ini diperkuat dengan kearifan lokal yang nilai-nilainya masih
dijalankan oleh masyarakat sekitar Tana Toraja. Suku Tana Toraja yang pada hari
ini masih mendiami daerah pegunungan masih mempertahankan gaya hidup
Austronesia yang asli dan cenderung memiliki kemiripan dengan budaya yang ada
di Nias.
Melihat Suku Toraja sejenak Secara
geografis, Komunitas Suku Toraja bertempat tinggal pada pegunungan di bagian
utara sulawesi selatan. Lebih spesifik pada letaknya, Suku Toraja terletak di
kabupaten Tana Toraja yang terletak dalam satuan kepemerintahan Provinsi
Sulawesi Selatan yang mana memiliki ibukota bernama Makale. Pada tahun 2007
kabupaten ini memiliki jumlah populasi sebanyak 248.607 jiwa. batas-batas
geografis Kabupaten Tana Toraja di utara berbatasan dengan Kabupaten Mamuju,
dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu, lalu pada sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Enkerang, sementara pada sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Mamasa.
Berada pada zona waktu indonesia
tengah, Secara klimatologi Kabupaten Tana Toraja termasuk kedalam daerah yang
beriklim Tropis Basah. Hal ini secara kasar bisa kita ketahui melihat letak
keberadaan tempat yang berada di daerah pegunungan. Dalam segi temperatur
udara, suhu di Tana Toraja berkisar antara 150 c – 280 c
dengan kelembaban udara yang berkisar antara 82 – 86 %. Curah hujan rata-rata
di Tana Toraja berada pada kisaran 1500 mm/thn sampai lebih dari 3500 mm/thn.
Jika pembaca sekiranya ingin
mengunjungi Tana Toraja ada baiknya melihat masa-masa pembagian musim hujan dan
musim kemarau yang umumnya ada di Kabupaten Tana Toraja. Untuk musim kemarau
periode bulan april sampai dengan september merupakan rentang waktu datangnya
kemarau tiba di Tana Toraja. Sedangkan musim penghujan biasanya tiba pada
periode bulan Oktober sanpai dengan Maret. Menurut Oldement, tipe iklim di
Kabupaten Tana Toraja adalah tipe C2 yaitu bulan basah (200 mm) selama 2 – 3
bulan berturut-turut dan bulan kering (100 mm) selama 2-3 bulan berturut-turut.
Kondisi riil ini dianggap sangat mendukung sektor agraria daerah kabupaten
Toraja.
Pada hari ini diperkirakan populasi
masyarakat suku toraja telah mencapai sekitar satu juta jiwa. Sekitar 50% dari
total jumlah masyarakat Suku Toraja masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja dan
kabupaten tetangga seperti Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Mamasa sisanya
banyak masyarakat yang berasal dari Suku Toraja yang kini telah menetap di
kota-kota lainnya di Sulawesi dan tidak sedikit juga yang merantau keluar
Sulawesi. Kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Toraja adalah
Kristen. Sementara sebagian ada yang menganut agama Islam dan kepercayaan
animisme yang dikenal dengan Aluk To Dolo.
Berbicara mengenai kepercayaan
animisme yang dimiliki Suku Toraja. Aluk To Dolo memiliki makna sebagai
kesadaran bahwasannya keberadaan manusia hidup di bumi pada hakikatnya hanyalah
untuk sementara. Prinsip ini ditanamkan sedemikian kuatnya yang mana pada
akhirnya menjadi pondasi utama kepercayaan asli masyarakat Toraja. Sebagai
penguat pemahamannya bahwasannya selama tidak ada orang yang bisa menahan
matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun mutlak keberadaannya dan tidak
bisa ditunda kedatangannya.
Secara historis banyak yang meyakini
bahwa Suku Toraja berasal dari Teluk Tongkin yang berada di daratan cina.
Seorang Anthtropolog bernama DR.C. Cyrut meyakini bahwa masyarakat Toraja
merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk lokal Sulawesi Selatan
atau pribumi dengan pendatang dari teluk tongkin tersebut. Berawalnya
akulturasi antara masyarakat pribumi dengan pendatang ini dari berlabuhnya
imigran indo cina dengan jumlah yang dapat dikatakan cukup banyak di sekitar
hulu sungai yang pada hari ini diperkirakan letak lokasinya berada di daerah
Kabupaten Enrekang. Bangsa cina yang memang dikenal akan kebiasaannya
bermigrasi segera membangun pemukiman di daerah tersebut untuk kemudian
membangun sebuah peradaban baru.
Nama Toraja sendiri sebenarnya
merupakan kata dari Bahasa Bugis yaitu to riaja yang mana berarti “orang
yang berdiam di negeri atas”. Identitas mereka yang pada hari ini kita ketahui
bernama Toraja merupakan pemberian dari perintah kolonial belanda yang
memberikan nama itu pada tahun 1909. Versi lain menyebutkan bahwasannya kata Toraja
awal mulanya bernama toraya. Kata tersebut merupakan gabungan dari dua kata
yaitu “to” yang berarti orang dan “raya” yang berasal dari kata maraya yang
berarti besar. Artinya jika digabungkan menjadi suatu padanan makna orang-orang
besar atau bangsawan. Seiring dengan berputarnya roda kehidupan lama-lama
penyebutan nama Toraya berubah menjadi Toraja. Sementara itu kata Tana yang
berada di depan kata Toraja memiliki arti sebuah negeri. Sehingga pada hari ini
tempat pemukiman Suku Toraja dinamai Tana Toraja atau negeri tempat orang-orang
besar berada.
Sebelum masuknya pengaruh kolonial
Belanda dan kristenisasi, di Tana Toraja memiliki sebuah pakem yang cukup jelas
mengenai identitas diri mereka sebagai sebuah kelompok. Suku Toraja yang
tinggal di daerah dataran tinggi memiliki sebuah identitas pengenalan diri yang
diklasifikasikan bedasarkan asal desa mereka dan satu sama lain tidak merasa
sama jika mereka bukan berasal dari kelompok desa yang sama. Meskipun
ritual-ritual yang diadakan di tiap desa identik dan menciptakan hubungan di
antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam segi dialek, hierarki sosial, dan
macam-macam praktik ritual di daerah tersebut.
Pemberian nama Toraja banyak diduga
mulanya merupakan pemberian oleh suku bugis Sindengreng dan Luwu. Orang dari
Suku Sindengreng menamakan penduduk daerah yang bermukim di daerah dataran
tinggi dengan sebutan to riaja yang berarti “orang yang berdiam di
pegunungan” sementara orang-orang yang berasal dari suku bugis luwu menyebutnya
dengan to riajang yang memiliki arti “orang yang berdiam di sebelah
barat”.
Suku bangsa cina yang datang dari
teluk tonkin ini sebenarnya terletak antara vietnam utara dan cina selatan.
Pada awal kedatangannya mereka menempati wilayah di pesisir Sulawesi hingga
akhirnya karena merasa membutuhkan situasi iklim yang sedikit banyak mirip
dengan daerah asalnya, maka para pendatang ini memilih untuk bermukim di daerah
dataran tinggi. Proses adaptasi yang cukup ekstrim diterima para pendatang
memang membuat mereka secara rasional memilih untuk pindah dari pesisir menuju
dataran tinggi itu.
Secara historis pemerintah kolonial
belanda masuk dan menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi
pada abad ke-17. Melalui perusahaan dagangnya yang bernama vereenigde
Oost-Indische Compagnie atau yang familiar di telinga kita bernama VOC
selama dua abad mereka berkuasa di sulawesi dan memonopoli segala bentuk
perdagangan dan kekuasaan politik. Namun hal ini justru relatif tidak terlalu
berpengaruh banyak dalam beberapa hal bagi keberlangsungan eksistensi
masyarakat Suku Toraja. Pemerintah kollonial belanda mengacuhkan daerah Tana
Toraja karena dinilai sulit untuk dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan
produktif. Letaknya yang berada pada dataran tinggi memang menjadi salah satu alasan
utama mengapa belanda tidak begitu mengeksploitasi sumber daya di daerah Tana
Toraja.
Pada akhir abad ke-19 pemerintah
kolonial belanda yang mulai khawatir akan pesatnya perkembangan ajaran agama
islam di Sulawesi Selatan terutama pada komunitas Suku Bugis. Belanda yang
melihat bahwa keberadaan Suku Toraja yang relatif terisolir dari pengaruh luar
akhirnya memutuskan untuk memusatkan proses kristenisasi di daerah Tana Toraja.
Hal ini juga diperkuat karena masyarakat Tana Toraja masih menganut ajaran
animisme mereka. Misionaris Belanda yang pada masa itu berusaha untuk
menyebarkan ajarannya ternyata mendapat perlawanan kuat dari para masyarakat
Suku Toraja. Hal ini dikarenakan penghapusan jalur perdagangan yang pada
hakikatnya menguntungkan masyarakat Toraja. Beberapa orang asli Suku Toraja
dipindah paksa ke dataran rendah oleh pemerintah kolonial Belanda agar lebih
mudah diatur. Pajak pada masa itu juga ditetapkan pada tingkatan yang amat
tinggi dengan tujuan untuk mengikis kekayaan para elit masyarakat Suku Toraja.
Pun begitu usaha-usaha belanda tersebut nyatanya tidak dapat merusak kebudayaan
Toraja dan pada waktu itu hanya sedikit sekali terdapat populasi orang toraja
yang menganut ajaran kristen.
Pada tahun 1930-an. Konflik pun
tidak luput menyelimuti tana toraja yang mana kali ini melibatkan penduduk
muslim yang bertempat tinggal di daerah dataran rendah dengan para penduduk
toraja. Akibat dari insiden ini banyak orang toraja yang memilih untuk
beraliansi dengan pemerintah kolonial belanda guna meraih kemenangan atas
penduduk muslim yang notabenenya juga merupakan terhitung sebagai musuh belanda
pada masa itu. akibat aliansi ini banyak penduduk toraja yang akhirnya memilih
untuk mengganti kepercayaan mereka menjadi kristen dalam rangka meraih aliansi
dengan belanda serta mendapat perlindungan politik supaya bisa melakukan
perlawanan balik terhadap orang-orang bugis dari Makassar yang bergama Islam.
Pada periode antara tahun 1951
sampai 1965 setelah kemerdekaan indonesia Sulawesi Selatan mengalami kekacauan
yang dipicu oleh pemberontakan Daarul Islam yang bertujuan untuk mendirikan
negara islam di tanah Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun
tersebut memiliki andil yang cukup besar mengapa perkembangan agama kristen di
toraja semakin menunjukan peningkatan yang cukup signifikan.
Dekrit President yang diterbitkan
pada tahun 1965 yang mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk menganut
salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik,
Hindu dan Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk to dolo) tidak diakui secara
hukum, dan suku Toraja berupaya menentang dekrit tersebut. Untuk membuat aluk
sesuai dengan hukum, ia harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama
resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu
Dharma.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana sistem religi
dan upacara suku Tana Toraja?
1.2.2 Bagaimana sistem dan
organisasi kemasyarakatan suku Tana Toraja?
1.2.3 Bagaimana sistem
pengetahuan suku Tana Toraja?
1.2.4 Bagaimana bahasa suku
Tana Toraja?
1.2.5 Bagaimana kesenian suku
Tana Toraja?
1.2.6 Bagaimana sistem mata
pencaharian hidup suku Tana Toraja?
1.2.7 Bagaimana teknologi dan
peralatan suku Tana Toraja?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.3.1 Mengetahui sistem religi
dan upacara suku Tana Toraja .
1.3.2 Mengetahui sistem dan
organisasi kemasyarakatan suku Tana Toraja.
1.3.3 Mengetahui sistem
pengetahuan suku Tana Toraja .
1.3.4 Mengetahui bahasa suku
Tana Toraja.
1.3.5 Mengetahui kesenian suku
Tana Toraja.
1.3.6 Mengetahui mata
pencaharian hidup suku Tana Toraja.
1.3.7 Mengetahui teknologi dan
peralatan suku Tana Toraja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem
Religi dan Upacara Keagamaan
Sistem Religi mayoritas suku
Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan
animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui
kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Agama
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah
kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau
"jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos
Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang
kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang
Matua, dewa pencipta.Alam semesta, menurutaluk, dibagi menjadi dunia atas
(Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah.Pada awalnya, surga dan bumi
menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan
tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi
panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia,
dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa
Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo'
Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa
kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.
Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus
dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam
upacarapemakaman, disebut to minaa (seorang
pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga
merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur
kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata
cara Alukbisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum
yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus
dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah
jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual
tersebut sama pentingnya. Ketika ada
para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja
tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi
diizinkan melakukan ritual kematian.Akibatnya, ritual kematian masih sering
dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang
dilaksanakan.
Upacara
Adat Pemakaman Suku Tana Toraja
Pada masyarakat Suku Tana Toraja, upacara pemakaman adalah ritual yang paling penting. Ritual ini biasanya dilakukan oleh keluarga bangsawan secara besar-besaran. Pesta pemakaman seorang bangsawan bisa dihadiri oleh ribuan orang serta dapat berlangsung selama lebih dari satu hari. Tempat prosesi pemakaman disiapkan di padang rumput. Musik-musik, nyanyian pengiring, puisi, dan tangisan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja, tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah. Upacara pemakaman ini digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan uang untuk biaya pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba, tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju dunia arwah atau akhirat. Jenazah dibungkus dengan kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke dunia arwah atau akhirat. Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di dunia arwah atau akhirat jika ada banyak kerbau.
Ritual pemakaman dalam kebudayaan toraja
Ritual
pemakaman oleh kebudayaan tana toraja terbilang "rumit". Dalam
kebudayaan tana toraja pemakaman seseorang menjadi sebuah acara adat yang
membutuhkan biaya yang sangat mahal. Upacara pemakaman yang dilakukan oleh
masyrakat tana toraja dengan kebudayaan tana toraja bisa menunjukkan status
sosial seseorang, semakin kaya ,maka upacara pemakaman semakin mewah dan besar.
Jika keluarga yang ditinggalkan datang dari keluarga sederhana maka ia harus
mengumpulkan uang terlebih dahulu agar bisa mengadakan acara pemakaman . Penyembelihan
kerbau dan babi juga mewarnai upacara pemakaman pada kebudayaan toraja . Dalam
pemakaman masyrakat tana toraja , mayat akan disemayamkan dengan tiga cara,
yaitu peti berisi mayat disimpan digua, dimakamkan di batu berukir atau
digantung begitu saja ditepian tebing.
2.2 Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Struktur
Pemerintahan
Pada
awalnya pemerintah yang ada di Tanah Toraja bersifat kerajaan yang dipimpin
langsung oleh seorang raja seperti Raja Sangalla. Kemudian setelah Indonesia
merdeka Tanah Toraja menjadi bagian dari Indonesia. Untuk sementara ini
pemerintahan bersifat otoda (Otonomi Daerah).
Desentralisasi
dan Otonomisasi daerah (Otoda) harus diakui adalah sebuah proses yang bertolak
belakang dari sentralisasi kekuasaan yang otoriter. Sentralisme kekuasaan dalam
tangan penguasa yang otoriter telah menguasai masyarakat nusantara yang majemuk
yang hidup di berbagai kepulauan nusantara yang bertaburan di atas samudra.
Masyarakat nusantara mengalami perlakuan yang tidak adil. Jalan keluar dari
ketidakadilan adalah desentralisasi kekuasaan dan otonomisasi daerah. Dengan
kata lain, otoda adalah anak kandung dari usaha untuk memerangi ketidakadilan
dan usaha untuk mengendorkan kuatnya matarantai kekuasaan otoriter yang
membelenggu rakyat atau masyarakat nusantara.
Tingkatan
kelas sosial masih terlihat pada kebudayaan tana toraja. kelas sosial
diturunkan melalui ibu. adapun tingkatan kelas sosial yang dikenal dalam
kebudayaan tana toraja yaitu bangsawan , orang biasa, dan budak kelas bangsawan
mendapat tempat yang sangat dihormati di kebudayaan tana toraja. Bangsawan
sangat menjaga martabat kebangsawanannya. kaum bangsawan wajib mengadakan
ritual pemakaman dan jenazah bangsawan diletakkan ditempat pemakaman khusus.
Masyarakat
Toraja hidup dalam komunitas kecil dimana anak-anak yang sudah menikah
meninggalkan orangtua mereka dan memulai hidup baru ditempat lain. Meski anak
mengikuti garis keturunan ayah dan ibunya tetapi mereka semua merupakan satu
keluarga besar yang tinggal di satu rumah leluhur (tongkonan). Tongkonan
merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan
sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Oleh karena itu, semua
anggota keluarga diharuskan ikut serta sebagai lambang hubungan mereka dengan
leluhur.
Tanah Toraja
sendiri kini terbagi dalam dua wilayah Kabupaten, yaitu Tana Toraja dengan ibu
kota Makale dan Toraja Utara dengan ibu kota Rantepao. Berikut ini beberapa
objek menarik yang dapat memberi Anda kesan saat berkunjung ke Tana Toraja.
Masyarakat
Keluarga
Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku
Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar.
Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa.
Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu
keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan
kekerabatan.Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan
sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran
harta. Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian
bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual
kerbau, dan saling membayarkan hutang.
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan
ayahnya. Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan
ayahnya, termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas
dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah
meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas nama ibu,
ayah dan saudara kandung.
Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah
kabupaten Tana Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri.
Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani
masalah mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk kelompok;
kadang-kadang, bebrapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain Hubungan antara
keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi rumah leluhur
(tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan babi dalam
ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan politik dan budaya
antar keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang dalam hierarki
sosial: siapa yang menuangkan tuak, siapa yang membungkus mayat dan
menyiapkan persembahan, tempat setiap orang boleh atau tidak boleh duduk,
piring apa yang harus digunakan atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang
diperbolehkan untuk masing-masing orang.
Kelas sosial
Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian
dekat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas
sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada
tahun 1909 oleh pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan
melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih
rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tingi,
ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap
merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga
saat ini karena alasan martabat keluarga.
Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga,tinggal
di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih
sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil
yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata
boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan
dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak
dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan
status keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat
memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau perubahan
jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan
jumlah kerbau yang dimiliki.
Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik
keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan
membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan
perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi
anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan memakai
perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka,
atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi
pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.
2.3 Sistem Pengetahuan
Masyarakat
Toraja mempunyai sistem pengetahuan waktu yang berhubungan dengan hari yang baik atau bulan yang baik.
Dalam kehidupan masyarakat Toraja dikenal 3 waktu
:
1. Pertanam
( Setahun Padi )
2. Sang
Bulan ( 30 hari )
3. Sang
Pasa ( Sepekan )
2.4 Bahasa
Bahasa Toraja diucapkan dan tidak
memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial, suku
Toraja membuat kayu dan menyebutnya Pa’ssura (tulisan). Oleh karena itu,
ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.
Bahasa Toraja adalah bahasa yang
dominan di Tana Toraja, dengan Sa’dan Toraja sebagai dialek bahasa yang utama.
Bahasa Indonesia sebgai Bahasa Nasional adalahbahasa resmi dan digunakan oleh
masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di
Tana Toraja.
Ragam bahasa di Toraja antara
lain Kalumpang, Tae’, Talondo’, Toala’, dan Toraja-Sa’dan, dan termasuk dalam
rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat
geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa
Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa
dialek Toraja menjadi pengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi,
yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari
keragaman dalam bahasa Toraja.
Keragaman dalam bahasa Toraja
|
|||
Denominasi
|
Populasi (pada tahun)
|
Dialek
|
|
Kalumpang
|
12,000 (1991)
|
Karataun,
Mablei, Mangki (E'da), Bone Hau (Ta'da).
|
|
Mamasa
|
100,000 (1991)
|
Mamasa
Utara, Mamasa tengah, Pattae' (Mamasa Selatan, Patta' Binuang, Binuang, Tae',
Binuang-Paki-Batetanga-Anteapi)
|
|
Ta'e
|
250,000 (1992)
|
Rongkong,
Luwu Timur Laut, Luwu Selatan, Bua.
|
|
Talondo'
|
500 (1986)
|
||
Toala'
|
30,000 (1983)
|
Toala',
Palili'.
|
|
Torajan-Sa'dan
|
500,000 (1990)
|
Makale
(Tallulembangna), Rantepao (Kesu'), Toraja Barat (Toraja Barat, Mappa-Pana).
|
|
Sumber:
Gordon (2005).
|
2.5 Kesenian
Sungguh
suatu karunia bahwa tak hanya tradisi dan alam Toraja yang menakjubkan, karena
dalam kehidupan sehari-hari jiwa seni penduduk Toraja tampak kuat terpancar.
Sehingga tak aneh di perkampungan maupun tempat-tempat obyek wisata pemakaman, selalu
terlihat beberapa pusat kerajinan yang menawarkan cita rasa seni tersendiri.
Adapun
kesenian yang ada di Toraja diantaranya adalah
·
Tenun Ikat. Desa To’ Barana’
di Sa’dang, di mana masih terlihat beberapa ibu-ibu tua yang asyik memintal
kapas dan menenun benang. Ketekunan para perempuan tua itu sayangnya bakal
punah kalau tidak dilanjutkan oleh orang-orang muda. Memang harus diakui
keterampilan menenun membutuhkan kesabaran lebih, karena prosesnya menggunakan
alat tradisional dan membutuhkan waktu yang cukup lama, berbilang bulan untuk
sebuah kain tenun yang panjang dan cantik. Kain tenun yang agak lebar dan bisa
digunakan untuk selendang maupun hiasan dinding bernilai sekitar Rp. 75.000,
·
Ukir Kayu. Pemahat tau’-tau’ dalam
ukuran besar maupun kecil, serta beragam ukiran bisa ditemui tak hanya di Desa
Kete’ Kesu, namun juga di Londa. Meski seringkali para perajin ini tidak
sepenuhnya menggantungkan hidupnya dari membuat karya seni, namun mereka akan
senang hati menerima pesanan beragam barang. Kerajinan buatan mereka biasanya
juga dipasarkan di tempat-tempat lainnya di Toraja.
Yang
menarik untuk dijadikan souvenir, terlebih saat merayakan valentine, adalah
tau’-tau’ berukuran mini, kurang lebih 10 cm. Tau’-tau’ dengan profil pria dan
wanita biasanya ditawarkan sepasang. “Jangan dipisahkan, mereka kau sepasang,”
demikian bujukan sang penjual. Harga untuk ukuran mini maupun yang lebih besar
(25 cm) biasanya tak jauh berbeda, sekitar Rp. 10.000,- per pasang. Rumitnya
mendesain dan mengukir tau’tau’ itulah yang dinilai, bukan sekedar besarnya
bahan baku yang dipakai
a.
Rumah
adat kebudayaan tana toraja
Rumah tradisional khas kebudayaan tator disebut Tongkonan, berasal dari Tongko yang berarti "duduk". Rumah ini merupakan pusat pemerintahan kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyrakat dalam kebudayaan tana toraja. Dalam kebudayaan tana toraja , ada tiga jenis rumah tongkonan , pertama tongkonan merupakan tempat kekuasaan tertinggi yang digunakan sebagai pusat pemerintahan , kedua tongkonan pekamberan merupakan milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal. terakhir tongkonan batu khusus anggota keluarga biasa.
b.
Keunikan
ukiran dan pahatan asal tana toraja
Suku tana toraja menggunakan ukiran untuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial. ukiran dari kayu ini juga merupakan wadah berkomunikasi orang toraja karena bahasa toraja hanya di ucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Seni pahat dapat dilihat dalam rumah tongkonan salah satu hasil seni pahat dalam kebudayaan tana toraja adalah kabongo yaitu kepala kerbau yang dipahat dari kayu cendana atau nangka dan dilengkapi tanduk kerbau asli.
Ukiran kayu Toraja: setiap panel
melambangkan niat baik.
Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah
hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air
seperti gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan
kesuburan. Gambar kiri memperlihatkan contoh ukiran kayu Toraja, terdiri atas
15 panel persegi. Panel tengah bawah melambangkan kerbau atau kekayaan, sebagai
harapan agar suatu keluarga memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan
simpul dan kotak, sebuah harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan
hidup dalam kedamaian, seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak.
Kotak bagian kiri atas dan kanan atas melambangkan hewan air, menunjukkan
kebutuhan untuk bergerak cepat dan bekerja keras, seperti hewan yang bergerak
di permukaan air. Hal Ini juga menunjukkan adanya kebutuhan akan keahlian
tertentu untuk menghasilkan hasil yang baik.
Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran
kayu Toraja (lihat desain tabel di bawah), selain itu ukiran kayu Toraja juga
abstrak dan geometris. Alam sering digunakan sebagai dasar dari ornamen Toraja,
karena alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur.Ornamen Toraja
dipelajari dalam ethnomatematika dengan tujuan mengungkap struktur
matematikanya meskipun suku Toraja membuat ukiran ini hanya berdasarkan
taksiran mereka sendiri.Suku Toraja menggunakan bambu untuk membuat oranamen
geometris.
Beberapa motif
ukiran Toraja
Torajan pattern - ne' limbongan.png
Torajan pattern - pa'tedong.png
c.
Tempat
wisata di tana toraja
Ke'te kesu dan Londa adalah tempat perkuburan alam purba berdingding batu berupa gua. gua-gua di ke'te kasu dan Londa bisa mencaai 1000m .Gua tersebut penuh dengan tulang dan tengkorak para leluhur dan tau-tau . Tau-tau merupakan pertanda bahwa setelah sekian banyak putra-putra toraja terbaik yang di maksud melalui upacara adat tertinggi di wilayah tana toraja. Berbagai macam obyek yang menarik baik secara langsung diciptakan oleh-Nya maupun secara sengaja dibuat oleh orang-orang yang memiliki cita rasa di bidang seni yang tinggi tentang budayanya sendiri,salah satu obyek wisata yang menarik adalah “Batutumonga”, Batutumonga adalah salah satu objek wisata alam yang ada di Toraja. Di Batutumonga kita dapat refreshing sejenak dan menikmati keindahan alam yang masih alami. Batutumonga terletak di kaki gunung sesean, tidak heran jika cuacanya sangat segar, dan bebas dari polusi.
Pekuburan Batu Lemo, tempat ini dianggap masyarakat Tana
Toraja sebagai rumah para arwah. Di sini Anda dapat melihat mayat yang disimpan
di tengah bebatuan yang curam. Ada puluhan makam unik yang berjejer di dinding
batu dilengkapi patung berupa manusia lengkap dengan diberi pakaian
layaknya manusia yang masih hidup. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan
antara kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari
mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma Nene.
Pekuburan Gua Londa, berada sekitar 5 km ke arah selatan
dari Rantepau. Merupakan bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Anda
dapat melihatnya di tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam dan
peti-peti mayat tersebut diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi
bukit lainnya dibiarkan terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau.
Batu Tumonga, di sini Anda dapat menemukan
sekitar 56 batu menhir dalam satu lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengahnya.
Batu menhir ini memiliki ketinggian sekitar 2-3 meter. Dari sini Anda pun dapat
melihat keindahan Rantepau dan lembah sekitarnya karena berada di daerah
Sensean dengan ketinggai 1300 mdpl.
d.
Alat musik tradisional Toraja, adalah suling bambu yang disebut Pa'suling.
Suling berlubang enam ini dimainkan dalam tarian Ma'bondensan. Alat
ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari bertelanjang dada dan berkuku
jari panjang. Alat musik lainnya yang digunakan adalah Pa'pelle yang
dibuat dari daun palem dan dimainkan saat panen dan upacara pembukaan rumah.
e.
Tarian Toraja,
dapat Anda lihat biasanya saat
upacara penguburan. Tarian ini untuk menunjukkan rasa duka cita sekaligus
menghormati dan menyemangati arwah. Sekelompok pria membentuk lingkaran dan
menyanyikan lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (Ma'badong). Kemudian
di hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing ditampilkan untuk
memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Anda akan melihat beberapa pria
menari dengan pedang, prisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan
berbagai hiasan ornamen lainnya. Tarian Ma'randing mengawali prosesi
ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman.
Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil
bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia bertujuan untuk
mengingatkan orang pada kemurahan hati dan kesetiaan yang meninggal. Setelah
penyembelihan kerbau dan babi, ada tarian dimana sekelompok anak lelaki dan
perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma'dondan.
Ada juga tarian Ma'bugi yang dilakukan untuk merayakan Pengucapan
Syukur dan tarian Ma'gandangi yang ditampilkan saat menumbuk beras.
Tarian Manimbong dilakukan pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan
oleh wanita. Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja menari. Sebuah
tarian yang disebut Ma'bua hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali yaitu
saat pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.
2.6 Sistem Mata Pencaharian Hidup
Masyarakat
Toraja banyak yang memiliki sawah sehingga sebagian besar penduduk Toraja bermata pencaharian sebagai
petani. Dalam rumah tangga bagi orang suku toraja
suami dan isteri sama-sama mencari nafkah, seperti dalam pertanian kalau suami mencangkul disawah adalah
kewajiban isteri menanaminya.
Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada
pertanian dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan
pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan
suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama
untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan. Satu-satunya industri pertanian
di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja.
Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan minyak, ke Papua untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan Jawa. Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985.
Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dkenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.
Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan minyak, ke Papua untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan Jawa. Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985.
Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dkenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.
Mata
Pencaharian
Para
perajin parang tersebar di berbagai wilayah Toraja. Namun kalau Anda ingin
melihat proses pembuatannya, maka datanglah pada hari pasaran (6 hari sekali)
yang digelar di Rantepao. Hari pasaran ini merupakan pasar terluas di Toraja,
dengan keistimewaan perdagangan kerbau dan babi yang sangat besar.
Tanah
lapang luas yang menampung kerbau dengan para penjualnya bersisian dengan
kios-kios para perajin parang. Sistem pembuatan parang tradisional yang cukup
cepat pengerjaannya bisa disaksikan di sini. Anda juga bisa menemukan perajin
parade di Desa La’ Bo’, Kelurahan Sangga Lange (terusan arah Kete’ Kesu), yang
selain bertani, mereka juga membuat parang dan dengan senang hati mereka akan
memperlihatkan cara pembuatannya.
Tentu
saja, sebagai rasa terima kasih, selayaknya Anda memberikan penghargaan berupa
tips (min. Rp. 10.000,-) atas peragaan yang mereka sajikan, atau beli parangnya
dengan harga sekitar Rp. 65.000,-. Namun harus diakui, parang dan pedang yang
dijual di pasar permanen Rantepao lebih halus buatannya, tentu dengan harga
yang lebih variatif, sesuai dengan model, ukuran dan motif yang ada
2.7 Sistem Teknologi dan Peralatan
Pada
masyarakat Toraja terdapat bermacam-macam teknologi yang digunakan seperti :
Alat Dapur
La’ka sebagai alat belanga
Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu
Karakayu yaitu alat pembagi nasi
Dulang yaitu cangkir dari tempurung
Sona yaitu piring anyaman
Alat Perang / Senjata Kuno
Doke atau tombak untuk alat perang dan berburu
Penai yaitu parang
Bolulong yaitu perisai
Sumpi atau sumpit
Alat Perhiasan
Beke – ikat kepala
Manikkota – kalung
Komba – gelang tangan
Sissin Lebu – cincin besar
Alat Upacara Keagamaan
Pote – tanda berkabung untuk pria dan wanita
Tanduk Rongga – Perhiasan dikepala
Pokti – tempat sesajen
Sepui – tempat sirih
Alat Musik Tradisional
Geso – biola
Tomoron – terompet
Suling Toraja
BAB III
PENUTUP
4.1 Simpulan
Masyarakat Tana Toraja memiliki
budaya yang unik dank has di antaranya Rambu Solo’, Rambu Tuka, Ma’Badong ,
kuburan bayi dan masih banyak lagi. Rambu Solo’ merupakan upacara pemakaman
leluhur atau orang tua. Upacara ini merupakan upacara paling meriah dan paling
mewah dalam masyarakat Tana Toraja. Rambu Tuka merupakan upacara yang dilakukan
sebagai bentuk syukuran. Upacara adat Rambu Tuka’ adalah acara yang berhungan
dengan acara syukuran misalnya acara pernikahan, syukuran panen dan peresmian
rumah adat/tongkonan yang baru, atau yang selesai direnovasi; menghadirkan
semua rumpun keluarga, dari acara ini membuat ikatan kekeluargaan di Tana
Toraja sangat kuat semua Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma’Bua’, Meroek,
atau Mangrara Banua Sura’.
Badong adalah warisan kebudayaan
yang telah diwariskan turun-temurun oleh penduduk asli dan keturunan suku
Toraja sejak berabad-abad yang lalu. Karena kekhasan, fungsi dan peranan, serta
nilai kebudayaan untuk bersama-sama mendoakan orang yang telah meninggal
membuat ma’badong masih bertahan hingga sekarang, bahkan sering dilaksanakan.Pelaksanaan
upacara yang sakral ini tidak dinilai dengan penilaian ekonomis atau menjadi
materi kekayaan, tetapi upacara yang mengandung kekayaan yang tidak ternilai
harganya, sehingga harus tetap dilaksanakan dan dipedulikan oleh seluruh bangsa
Indonesia, khususnya masyarakat asli Tana Toraja.
4.2 Saran
“Tak
ada Gading yang Tak Retak”
DAFTAR PUSTAKA
http://bougenvile.blogspot.com/2008/01/memahami-sosiologi-komunikator.htm/21 Juni 2012 pukul 15.31
http://community.um.ac.id/showthread.php?97853-Pemakaman-suku-Toraja
/21 Juni 2012 pukul 15.45
http://dityamelodys.blogspot.com/2011/08/budaya-suku-toraja.html/21
Juni 2012 pukul 16.01
http://hery1516.blogspot.com/2010/12/kebudayaan-masyarakat-tana-toraja.html/21
Juni 2012 pukul 16.04
http://hewancantik.blogspot.com/2012/02/kebudayaan-suku-tana-toraja.html/21
Juni 2012 pukul 16.15
http://infosepuluh.blogspot.com/2010/02/keunikan-budaya-tanah-toraja.html/22
Juni 2012 pukul 07.12
http://kebudayaankesenianindonesia.blogspot.com/2012/06/latar-belakang-kebudayaan-suku-toraja.html/22
Juni 2012 pukul 07.15
http://kebudayaantoraja.blogspot.com/22
Juni 2012 pukul 07.18
http://megarezkyta.blogspot.com/2011/11/kebudayaan-tana-toraja.html/22
Juni 2012 pukul 07.30
http://princessfanya.blogspot.com/2012/06/suku-toraja.html/22
Juni 2012 pukul 07.45
http://sosiologiunsyiah2010.wordpress.com
/22 Juni 2012 pukul 07.48
http://telukbone.ucoz.net/23
Juni 2012 pukul 07.51
http://wegymantung.multiply.com/23
Juni 2012 pukul 08.21
http://wongalus.wordpress.com/2009/07/07/teisme-manusia-tana-toraja/23
Juni 2012 pukul 08.45
http://www.indonesia.travel/id/destination/477/tana-toraja/article/29/toraja-s-social-life-and-ritual-cycle/23
Juni 2012 pukul 09.02
http://www.tanatorajakab.go.id/
23 Juni 2012 pukul 09.10
Borgata Hotel Casino & Spa Announces First Location
BalasHapusBorgata Hotel Casino 전라남도 출장마사지 & Spa Announces 경기도 출장마사지 First Location in Atlantic City 충청북도 출장안마 and a $3 Million The Borgata is a luxury hotel, casino, 상주 출장샵 and spa 의정부 출장마사지 in the Marina District,
Selamat malam, apakah saya boleh bertanya terkait artikel diatas secara langsung ?
BalasHapus