“ PENYAMUN NAIK
HAJI DALAM ANALITIS”
DAN BEBERAPA PENDEKATAN
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Apresiasi Prosa
Dosen
Pengampu : Bu Sumartini,S.S., M.A.
Oleh :
RIHA
KHOLIDIYAH (2101411001)
Rombel 4
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
PRAKATA
Makalah
ini merupakan penelitian kritis terhadap karya sastra. Makalah ini menjelaskan
berbagai elemen penting penyusun karya sastra fiksi dan menganalisisnya sesuai
teori Robert Stanton, serta unsur-unsur ekstrinsik sebuah prosa. Makalah ini
akan sangat berguna,baik bagi pembaca yang berpengalaman maupun pemula.
Bagian I mengulas maksud dan tujuan menganalisis
karya sastra yang berupa novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”
karangan Sutan Takdir Alisyahbana.Bagian II berisi sinopsis dari novel berjudul
“Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sutan Takdir Alisyahbana.Bagian III
menjabarkan tentang analisis novel yang berjudul “Anak Perawan di Sarang
Penyamun”. Bagian IV berisi simpulan dan saran. Catatan kepustakaan dicantumkan
pada bagian akhir.
Tidak ada gading yang tak retak; tidak ada yang
sempurna di dunia ini, kecuali Allah S.W.T. Demikian halnya dengan makalah ini.
Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna
perbaikan pada waktu mendatang.
Ucapkan terima kasih disampaikan kepada semua
pihak yang telah berjasa atas terselesainya makalah ini.
Semarang, 14 Juni 2012
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mengapresiasi karya sastra dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya membaca, menganalisis, dan memproduksi kembali. Karya
sastra, khususnya sebuah novel dapat diapresiasi dengan menganalisisnya. Novel
yang berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sultan Takdir
Alisyahbana dapat diapresiasi dengan cara menganalisis novel tersebut dengan
berbagai pendekatan.
Pendekatan sebagai suatu prinsip dasar atau
landasan dalam mengapresiasi karya sastra dapat bermacam-macam. Hal itu disebabkan
adanya:
1.
Perbedaan tujuan dan apa yang
diapresiasi lewat teks sastra yang dibacanya.
2.
Kelangsungan apresiasi itu
terproses lewat kegiatan bagaimana.
3.
Dan landasan teori yang digunakan
dalam kegiatan apresiasi.
Bertolak dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi,
di dalam mengapresiasi karya sastra pembaca antara lain dapat digunakan:
1.
Pendekatan Emotif.
2.
Pendekatan Analitis.
3.
Pendekatan Historis.
4.
Pendekatan Sosiopsikologis.
5.
Pendekatan didaktis.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memberi
judul pada makalah ini dengan judul “Analisis Novel Anak Perawan di Sarang
Penyamun melalui Berbagai Pendekatan”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana analisis novel
berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan
Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan emotif?
1.2.2 Bagaimana analisis novel
berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan
Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan analitis?
1.2.3 Bagaimana analisis novel
berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan
Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan historis?
1.2.4 Bagaimana analisis novel
berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan
Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan sosiopsikologis?
1.2.5 Bagaimana analisis novel
berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan
Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan didaktis?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui hasil analisis
novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”
karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan emotif.
1.3.2 Mengetahui hasil analisis
novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”
karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan analitis.
1.3.3 Mengetahui hasil analisis
novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”
karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan historis.
1.3.4 Mengetahui hasil analisis
novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”
karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan sosiopsikologis.
1.3.5 Mengetahui hasil analisis novel berjudul
“Anak Perawan di Sarang Penyamun”
karangan
Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan didaktis
BAB II
SINOPSIS
Judul Novel : Anak Perawan Di Sarang Penyamun
Pengarang : Sutan Takdir Alisyahbana
Penerbit : Dian Rakyat
Tebal Buku : 126 Halaman
Tempat Terbit : Jakarta
Pengarang : Sutan Takdir Alisyahbana
Penerbit : Dian Rakyat
Tebal Buku : 126 Halaman
Tempat Terbit : Jakarta
Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan
pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam ke Palembang itu, Haji Sahak
membawa puluhan kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istri dan
anak perawannya juga ikut pergi bersamanya ke Palembang. Di tengah-tengah
perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolan perampok yang di
pimpin Medasing. Haji Sahak, dan istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun,
beserta rombongan dibunuh oleh perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan
Haji Sahak itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun
itu.Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang
ke sarang penyamun. Maksud kedatanganya adalah untuk meminta bagian dari hasil
perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia
langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam dia
berniat membawa Sayu lari dari Sarang penyamun itu. Dan niatnya itu ia bisikan
kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan
Sayu kepada orang tuanya.Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji
Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan
tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak
baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu.
Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut, Sayu dengan tegas menolak
ajakan Samad. Walaupun dengan berat hati untuk sementara dia akan tetap tinggal
di sarang penyamun itu.Setelah berhasil merampok keluarga saudagar Haji Sahak,
rupanya dalam perampokan-perampokan Medasing dan kawan selanjutnya sering
mengalami kegagalan. Kegagalan perapokan yang mereka lakukan sebenarnya
disebabkan karena rencana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu
membocorkan rencana Medasing kepada Saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka
rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar
yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa. Para saudagar dan
pedagang sudah menunggu Medasing dan kawan-kawannya. Akibatnya anak buah
Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah
Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing
menerima kenyataan pahit ini. Malah hatinya semakin pilu, ketika dalam
perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling dia sayangi itu
meninggal. Medasing sendiri terluka parah. Namun bisa menyelamatkan diri.Setelah
Sanip meninggal dunia, di sarang penyamun itu hanya tinggal Sayu dan Medasing
saja. Sewaktu Medasing terlupa parah, Sayu bingung sekali. Persediaan mereka
makin menipis. Dengan penuh rasa kekhawatiran dan rasa takut, Sayu mendekati
Medasing. Dia tidak sampai hati melihatnya dalam keadaan parah. Hati nuraninya
tergerak ingin mencoba merawat luka-luka yang diderita oleh Medasing.Awalnya
Sayu sangat takut dengan Medasing. Antara perasaan ingin menolong dengan
perasaan takut berkcamuk dalam hati Sayu, akan tetapi perasaan takut dan benci
itu, akhirnya kalah juga oleh perasaannya yang ingin menolong. Dia memberanikan
diri mendekati Medasing. Dengan takut-takut dan gemetaran dia mengobati
Medasing. Mula-mula mereka berdua tidak banyak biacara, namun lama kelamaan
antara Sayu dan Medasing menjadi akrab. Medasing suka membicarakan pengalaman
hidupnya. Dari cerita Medasing tentang bagaimana ia sebelum menjadi seorang
penyamun yang sangat ditakuti sekarang ini, Medasing bukanlah keturunan seorang
penyamun. Medasing keturunan orang.Dulu Medasing anak seorang saudagar kaya.
Ayah Medasing yang kaya itu dirampok secara oleh segerombolan penjahat. Kedua
orang tuanya dibantai dan dibunuh oleh gerombolan penjahat itu. Dia sendiri,
karena masih kecil sekali, tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut. Medasing
lalu dibawa ke sarang gerombolan. Karena pimpinan penyamun itu tidak punya
anak, Medasing begitu disayanginya. Dia lalu diangkat oleh kepala penyamun itu
sebagai anaknya. Setelah ayah angkatnya meninggal dunia, pucuk pimpinan
gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing. Jadi gerombolan perampok yang
dia pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya.
Medasing sendiri tak pernah bercita-cita ingin menjadi penyamun, apalagi
menjadi pimpinan perampok. Mendengar cerita itu hati Sayu menjadi luluh juga.
Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan menjadi luntur. Kemudian
dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang tulus, Sayu merawatnya
sampai sembuh.Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir
akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba mengajak Medasing agar bersedia
keluar dari persembunyiannya. dan akhirnya mereka keluar dari hutan menuju kota
Pagar Alam. Sesampainya di kota Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah
Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang
bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan
penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung. Mendengar itu,
kedua orang ini langsung pergi menuju ke tempat Nyai Haji Andun. Ternyata Nyai
Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Dia
hanya terluka parah dan berhasil sembuh. Sekarang dia tinggal sendirian di
ujung kampong dengan keadaan sakit keras. Disaat ibunya sedang kritis, Medasing
dan Sayu muncul dihadapannya. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan
anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupanya itulah pertemuan
terakhir mereka. Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu hancur, Medasing sendiri
juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia
selama ini. Dia begitu menyesal. Dia sangat malu dan berdosa kepada Sayu dan
keluarganya.Sejak itu Medasing berubah total hidupnya. Dia menjadi seorang
hartawann yang sangat penyayang pada siapa saja. Lima belas tahun kemudian
Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai orang-orang
kampong menyambut kedatangannya dan Medasing mengubah namanya menjadi Haji
Karim. Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenang
masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata
orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad
sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai
pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji karim yang
tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya.
Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yaitu Sayu.
Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim. Dia pergi
entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram dan damai di
kampung.
***
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pendekatan Emotif
Pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang
berusaha menemukan unsur-unsur yang menggugah perasaan pembaca yang dapat
berhubungan dengan
keindahan penyajian bentuk maupun isi atau gagasan yang lucu dan menarik.
Pada
novel yang berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Armijn Pane ada
hal-hal yang dapat menggugah perasaan pembaca yaitu keberanian Sayu untuk
menolong Medasing yang bertubuh kuat, kekar, layaknya raksasa yang membuat pembaca
tertarik heran dengan keberanian Sayu menolong ketua penyamun yang terluka
parah.Bagaimana perasaan Sayu? Kenapa tiba-tiba berani menyentuh tubuh penyamun
itu?
Dalam
novel ini memberi suatu pembelajaran bagi pembaca, bahwa untuk menolong
seseorang haruslah tanpa sikap memilih yang mana kita harus tulus ikhlas
membantu sesama yang membutuhkan pertolongan.
3.2 Pendekatan Analitis
Pendekatan analitis adalah pendekatan yang
berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau
mengimajinasikan ide-idenya, sikap pengarang dalam menampilkan
gagasan-gagasannya, elemen intrinsik, dan mekanisme hubungan dari setiap unsur
intrinsik sehingga membangun keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun
totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.
Memahami unsur-unsur intrinsik
novel “Anak Perawan di Sarang Penyamun”
1.
Tema adalah gagasan, idea atau pikiran utama di dalam karya sastra, baik
terungkap maupun tersirat.Tema yang terdapat dalam novel
“Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah
sejahat apapun seseorang,dalam hatinya terdapat rasa kemanusiaan dan kesadaran
untuk bertobat. Perubahan sikap orang yang dari buruk menjadi baik.
2.
Alur cerita/Plot adalah jalan
cerita yang berisi kejadian, tetapi kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab-akibat,peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa
lain.Novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana
menggunakan alur maju, sebab dalam cerita ini menjelaskan perjalanan penyamun
merampok harta keluarga Haji Sahak dan bertemu dengan Sayu dan akhirnya
Medasing menjadi baik dan menikah bahagia dengan Sayu. suatu sikap yang buruk
menjadi yang baik.
Alur ada lima
tahap,yaitu :
i.
Tahap Pengenalan
Seorang saudagar kaya bernama Haji
Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam ke Palembang itu, Haji
Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya.
Istri dan anak perawannya juga ikut pergi bersamanya pergi ke Palembang.Di
tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolah
perampok yang di pimpin Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak,
istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun, serta rombongan penyerta Haji Sahak
lainnya dibunuh oleh perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak
itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan
Medasing itu.
ii.
Tahap Konflik
Suatu hari Samad,
anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun.
Maksud kedatanganya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing.
Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada
Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam dia berniat membawa Sayu lari
dari Sarang penyamun itu. Dan niatnya itu ia bisikan kepada Sayu secara
diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada
orang tuanya.
Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut, Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Walaupun dengan berat hati untuk sementara dia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut, Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Walaupun dengan berat hati untuk sementara dia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
iii.
Tahap Klimaks
Setelah berhasil
merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan
Medasing dan kawan selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perapokan
yang mereka lakukan sebenarnya disebabkan karena rencana mereka selalu
dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada
Saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali
mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat
perlawanan yang luar biasa. Para saudagar dan pedagang sudah menunggu Medasing
dan kawan-kawannya. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun
terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja,
yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Malah
hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang
yang paling dia sayangi itu meninggal.
iv.
Tahap anti-klimaks
Persediaan makanan
dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya
dia mencoba mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. dan
akhirnya mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam. Sesampainya di kota
Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya,
Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi
sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya
sekarang tinggal di pinggiran kampung. Mendengar itu, kedua orang ini langsung
pergi menuju ke tempat Nyai Haji Andun.
v.
Tahap Penyelesaian
Lima belas tahun
kemudian Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai
orang-orang kampong menyambut kedatangannya dan Medasing mengubah namanya
menjadi Haji Karim. Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung
sambil mengenang masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang
mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih
kenal dengan Samad sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalau ia beri
tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji
karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup
bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya
yaitu Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim.
Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram
1.
Tokoh dan Penokohan.
Sebagai tokoh karya fiksi atau tokoh rekaan adalah individu
rekaan yang mengalami cerita kendati berupa rekaan atau hasil imajinasi
pengarang, masalah penokohan
adalah proses penampilan ‘tokoh’ sebagai pembawa peran watak tokoh dalam suatu
pementasan lakon. Tokoh serta karakter dalam lakon drama ini adalah sebagai berikut. Tokoh-tokoh dalam novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya
Sutan Takdir Alisyahbana meliputi:
§ Lima para Penyamun: Medasing, Tusin, Amat, Sohan, Sanip.
§ Haji sahak dan Nyai hajjah andun.
§ Sayu anak dari haji sahak.
§ Samad.
Karakter dari masing-masing tokoh adalah sebagai berikut:
§ Medasing : kejam, garang,
kekar, sangat ditakuti lawan satu sama lain.
Bukti :
Medasing mengangkat tangannya seketika dan senjatanya disusunnya di tanah; maka berkatalah ia sambil memandang berganti- ganti kepada sekalian temannya itu:
“Takutkah kita dibuat serupa itu? Boleh kubakar rumahnya di
Pulau Pinang dan kubunuh sekalian anak-isterinya.” (halaman 9
paragraf 9).
§ Sayu : Berbudi
luhur, sabar, sopan, taat agama, baik hati.
Bukti :
Ketika Medasing terluka parah dan pulang ke pondok dengan pingsan, Sayu cepat mengambil air untuk membangunkan Medasing dan menolongnya sambil mengobati luka yang ada di sekujur tubuh Medasing. (halaman83)
§ Haji Sahak dan Nyai hajjah Andun :
tabah, sabar menerima cobaan.
Bukti :
Kedua orang tua sayu sabar menunggu kepulangan Sayu walaupun menunggu beberapa lama dan kehilangan seluruh harta kekayaan yang dimiliki. (halaman 95)
§ Samad : hatinya
busuk, pengkhianat, pembohong.
Bukti :
Ketika Samad heran bertemu gadis cantik yang bernama Sayu muncul niat busuknya untuk melarikan diri bernama gadis cantik itu dan meninggalkan Medasing. Dia berkata pada Sayu akan menolongnya untuk keluar dari hutan dan di hatinya akan dijadikan istri walaupun ia sudah punya istri di Pulau Pinang
dan beranak juga. ( halaman 31)
§ Tusin, Amat, Sohan, Sanip :
kejam sama halnya dengan Medasing serta patuh dengan Medasing.
Bukti :
Anak buah medasing patuh dengan semua perintah Medasing yang mana jika tidak mematuhi semuanya akan dibunuh juga anak isterinya. (halaman 7)
2.
Latar atau Setting dimaksudkan
untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita. novel “Anak
Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana berlatar di tempat
yang berada ditengah hutan yang belantara, dan tempat lainnya itu palembang.
Bukti :
Latar Tempat :
a.
Di Hutan Palembang
Matahari bersinar di Hutan , onggokan cahaya lulus di
celah-celah daun yang rapat dan bermain-main di tanah yang lembab
kehitam-hitaman,amat gelisah.(Bab1 halaman 1)
b.
Dusun Endikat
Maka bermaksudlah mereka pergi menuntut ilmu yang
gaib-gaib. Di Dusun Endikat mereka bersua dengan seorang tua yang termashur
karena sihirnya. Di sana mereka belajar beberapa bulan dan ketika masaklah
perguruan mereka, maka orang tua itu memberi nasehat pergi bertarak ke gunung
Dempo.( Bab 1 halaman 5)
c.
Negeri Pagar Alam
Di Tengah negeri Pagar Alam ada sebuah rumah yang lebih
indah dan kukuh dari rumah sekelilingnya. (Bab 7 halaman 43)
d.
Di lembah Sungai Lematang
Tangan Tusin yang patah dilempar anak pada pertempuran di
lembah Sungai Lematang lebih dari dua bulan yang lalu telah sembuh dan sekarang
ia telah dapat hidup seperti biasa bersama-sama dengan teman lainnya. (Bab 8
halaman 52)
e.
Dusun Pagar Alam
Di ujung sebelah barat dusun Pagar Alam rumag bertambah
jarang; kebun yang mengelilingi tiap-tiap rumah bertambah luas, dan rumahnya
pun makin kecil, makin menyerupai pondok di ladang. ( Bab 12 halaman 72)
Latar Waktu :
a.
Menandakan Pagi
Langit di sebelah timur bertambah terang. Cahaya ungu suram
bertambah lama bertambah kuning rupanya dan kesudahannya timbul dibalk awan
emas yang bersusun matahari, mula-mula sepotong, sebelah dan kesudahannya bulat
sebagai bulan digambar-gambaran, berseri-seri laksana orang tersenyum memandang
ke dunia. (Bab 4 halaman 26)
b.
Menandakan Senja
Matahari baru terpuruk di sebelah barat dan gelap baru
terentang, sehingga belumlah rapat benar; di sana-sini masih kelihatan bekas
cahaya siang menyerupai kekabur-kaburan.(Bab 11 halaman 67)
c.
Tengah Hari
Telah lewat tengah hari ketika Medasing tiba kembali di
pondok.Sayu duduk di muka pintu di atas tangga, sehingga dari jauh tampak
kepadanya laki-laki itu datang. (Bab 14 halaman 82)
d.
Semalam
Semalam-malaman itu Medasing hampir tak memicingkan matanya
sekejap juapun oleh karena banyak yang mendesak pikiran hatinya. (Bab15 halaman
89)
e.
Esok Hari
Keesokan harinya kedua-duanya berangkat meninggalkan lembah
Lematang. Seorang ke arah selatan dan seorang ke arah utara. (Bab 19 halaman
108)
Latar Suasana
a.
Suasana Gelap
Di hutan yang lebat itu bertambah lama bertambah gelap.
Sekalian bayang-bayang menjadi satu, mula-mula kekabur kaburan dan kesudahannya
hitam-legam.(Bab 2 halaman 12 paragraf 1)
b.
Suasana Mencekam
Demikianlah perkelahian antara penyamun dengan orang yang
disamun, ketika sekonyong-konyong turun hujan yang lebat sebagai dicurahkan
dari langit. Kilat serang-menyerang membelah gelap-hulita, sehingga beberapa
kali terang-cuaca seluruh hutan, seluruh medan perjuangan di tepi jalan itu:
Halilintar menderu-deru, dahsyat dan ngeri, seakan-akan hendak memusnahkan
bumi, menghancur-remukkan sekalian manusia yang hidup dan tiada tahu akan harga
hidupnya itu. (Bab 2 halaman 19 paragraf 5)
c.
Suasana Kesunyian
Sunyi bertambah sunyi dalam pondok tempat penyamun itu;
mereka yang dahulu berlima sekarang hanya tinggal berdua lagi.( Bab 13 halaman
76 paragraf 1)
d.
Suasana Keharuan
Tetapi sebelum ia menutup matanya untuk selama-lamanya ia
telah mengecap kenikmatan pertemuan dengan biji matanya, yang dinantikan dan
dihasratkannya dengan seluruh jiwanya, sehingga merusakkan dirinya, rohani dan
jasmani. (Bab17 halaman 97 paragraf 2)
e.
Suasana Kemalangan
Samad menceritakan kemelaratan dan kesengsaraannya dalam
pengembaraan sejak perceraian pada malam perampokan yang sial itu.Malang datang
menimpa malang, segala yang dipegangnya tak menjadi dan sekalian usahanya tiada
berhasil. Jauh perjalanannya dan banyak negeri yang telah dikunjunginya,tetapi
di mana-mana sial yang ditemuinya.(Bab 19 halaman 108 paragraf 2)
3.
Sudut Pandang novel “Anak
Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah orang
ketiga dan menceritakan tentang lukisan alam yang hidup, menggambarkan hutan
belantara yang sangat luas dan kebesaran Allah yang menciptakannya.
4.
Gaya Bahasa novel “Anak Perempuan
di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah dalam gaya bahasa
yang digunakan sangat menarik dan gaya bahasa yang hidup dan lincah seperti
anak air di pegunungan.
5.
Amanat novel “Anak Perempuan di
Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah dalam cerita ini bahwa
sejahat-jahatnya orang pada akhirnya ia sadar apa yang ia lakukan itu selama
ini salah,dan bertaubatlah dalam perbuatan yang sangat kejam itu menjadi
berbuat baik.
Memahami keterkaitan hubungan
antarunsur intrinsik.
Alasan novel di beri judul
“Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sutan Takdir Alisyahbana karena di
tahap awal cerita diceritakan tokoh Sayu yang masih perawan, suci, dan taat
beragama yang mana orang tuanya di rampok dan dibunuh oleh segerombolan
penyamun. Lalu Sayu dibawa Penyamun ke tempat persembunyiannya di dalam hutan
yang gelap oleh karena itu di kasih judul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”.
Keterkaitan dengan
kehidupan sekarang adalah masih maraknya pencurian karena krisis ekonomi sama
halnya dengan penyamun di cerita tersebut.Perubahan sikap orang dari jahat
menjadi baik akhirnya bertobat dan melakukan ibadah rukun islam yang ke lima
yaitu ibadah Haji.
3.3 Pendekatan Historis
Didalam
pendekatan historis ini lebih menekankan pada pemahaman biografi pengarang dan
latar belakang peristiwa kesejarahan pada zaman tersebut, serta tentang bagaimana
perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada
umumnya dari zaman ke zaman.
Biografi pengarang Sutan Takdir Alisyahbana adalah
motor dan pejuang gerakan pujangga Baru. Dia dilahirkan di Natal, Tapanuli
Selatan, puda tanggal 11I Pebruari 1908. Buku roman pertamanya adalah Tak putus
Dirundung Malang yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, tempat dia bekerja.
Mula-mula Sutan Takdir Alisyahbana bersekolah di HD Bangkahulu, kemudian melanjutkan ke Kweekschool di Muara Enim, dan HBS di Bandung. Setelah itu, ia melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu RHS ( Recht HogeSchool) di Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum).
Selain itu, Takdir mengikuii titiar tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Peranan Sutan Takdir Alisyahbana dalam bidang sastra, budaya, dan bahasa sangat besar. Ia telah menulis beberapa judul buku yang berhubungan dengan ketiga bidang tersebut. Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya Tak Putus Dirundung Malang (1929). Disusul dengan karyanya yang lain, yaitu Diam Tak Kunjung padam (1932), Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun (1941l), Grotta Azzura (1970), Tebaran Mega, Kalah dan Menang (1978), Puisi Lama (1941), dan puisi Baru (1946). Karyanya yang lain yang bukan berupa karya sastra ialah Tata bahasa Bahasa Indonesia (1936), Pembimbing ke Filsafat (1946), Dari perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957), dan Revolusi Masyarikat "dan Kebudayaan di indonesia (1966).
Salah satu karyanya yang mendapat sorotan masyarakat dan para peminat sastra yaitu Layar Terkembang. Novel ini telah mengalami cetak ulang beberapa kali. Selain itu, Layar Terkembang merupakan cerminan cita-citanya. Dalam novel ini Takdir merenuangkan gagasannya dalam memajukan masyarakat, terutama gagasan memajukan peranan kaum wanita. cita-cita Takdir digambarkannya melalui tokoh Tuti sebagai wanita Indonesia yang berpikiran maju yang aktif dalam pergerakan wanita. Layar Terkembang merupakan puncak karya sastra Pujangga Baru.
Mula-mula Sutan Takdir Alisyahbana bersekolah di HD Bangkahulu, kemudian melanjutkan ke Kweekschool di Muara Enim, dan HBS di Bandung. Setelah itu, ia melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu RHS ( Recht HogeSchool) di Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum).
Selain itu, Takdir mengikuii titiar tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Peranan Sutan Takdir Alisyahbana dalam bidang sastra, budaya, dan bahasa sangat besar. Ia telah menulis beberapa judul buku yang berhubungan dengan ketiga bidang tersebut. Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya Tak Putus Dirundung Malang (1929). Disusul dengan karyanya yang lain, yaitu Diam Tak Kunjung padam (1932), Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun (1941l), Grotta Azzura (1970), Tebaran Mega, Kalah dan Menang (1978), Puisi Lama (1941), dan puisi Baru (1946). Karyanya yang lain yang bukan berupa karya sastra ialah Tata bahasa Bahasa Indonesia (1936), Pembimbing ke Filsafat (1946), Dari perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957), dan Revolusi Masyarikat "dan Kebudayaan di indonesia (1966).
Salah satu karyanya yang mendapat sorotan masyarakat dan para peminat sastra yaitu Layar Terkembang. Novel ini telah mengalami cetak ulang beberapa kali. Selain itu, Layar Terkembang merupakan cerminan cita-citanya. Dalam novel ini Takdir merenuangkan gagasannya dalam memajukan masyarakat, terutama gagasan memajukan peranan kaum wanita. cita-cita Takdir digambarkannya melalui tokoh Tuti sebagai wanita Indonesia yang berpikiran maju yang aktif dalam pergerakan wanita. Layar Terkembang merupakan puncak karya sastra Pujangga Baru.
Latar belakang peristiwa kesejarahan yang
melatarbelakangi munculnya novel ini adalah sebelum kemerdekaan sekitar tahun
1941.
Perkembanagan kehidupan penciptaan novel “Anak
Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah kehidupan
manusia dari kejahatan menuju ke kebaikan.
3.4 Pendekatan Sosiopsikologis
Pendekatan Sosiopsikologis berusaha memahami latar
belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan
kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya atau zamannya
pada saat prosa fiksi diwujudkan.
Latar belakang kehidupan sosial novel “Anak Perempuan di
Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah kehidupan sosial yang
miskin dimana seseorang dapat berbuat kejahatan seperti merampok untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.Dimana kehidupan yang seba miskin membuat jiwa seseorang
berbuat perilaku yang menyimpang dan tidak mempedulikan apakah cara yang
dipakai benar atau salah.
Sikap pengarang terhadap lingkungannya adalah dinamis
dari kondisi lingkungan terpuruk membuat sikap jahat berubah menjadi baik di
kondisi lingkungan yang lebih baik.
Hubungan antara karya sastra novel “Anak Perempuan di
Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana dengan zamannya adalah pada
saat perang dimana Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya.
3.5 Pendekatan Didaktis
Pendekatan
didaktis berusaha
menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun siap pengarang terhadap kehidupan.
ü Nilai moral
Nilai moral yang dapat diambil
dari novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan
Takdir Alisyahbana adalah sikap penolong seorang wanita yang berbudi luhur .
ü Nilai etis
Nilai etis dalam novel
“Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana tetap mempertahankan
keperawanannya baik dicontoh untuk kalangan wanita masa kini.
ü Nilai agama
Nilai agama dari novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir
Alisyahbana adalah mengagumi kebesaran tuhan dan taat akan ibadah kepata
Tuhan-Nya.
ü Nilai sosial
Melalui
novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana, nilai sosialnya berupa hal yang memberi
nasihat bahwa di kehidupan yang miskin adalah tantangan
kesabaran atau ujian yang harus kalian ubah dengan kerja keras agar menjadi
kehidupan yang lebih baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Mengapresiasi novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun”
karya Sutan Takdir Alisyahbana dapat dilakukan dengan menganalisisnya melalui
berbagai pendekatan.
Melalui pendekatan emotif, novel ini memberi suatu hal
yang dapat menggugah perasaan pembaca, bahwa sesama manusia harus saling tolong
menolong walaupun yang kita tolong adalah orang yang sudah jahat dengan kita.
Melalui pendekatan analitis, novel ini menceritakan
tentang perubahan orang dari jahat menjadi lebih baik yang mana keterkaitannya
dengan kehidupan akan memperolah manfaat yang baik pula.
Melalui pendekatan historis, bahwa novel ini terbentuk
oleh pengarangnya sendiri yang mana kehidupan waktu zaman perang
melatarbelakangi adanya perampokan yang diceritakan di novel “Anak Perempuan di
Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana.
Melalui pendekatan sosiopsikologis, bahwa novel ini
terbentuk oleh kehidupan sosial
masyarakat di waktu itu sehingga tercipta karya dengan kehidupan sosial
yang sama.
Melalui pendekatan didaktis, bahwa memberi manfaat dan
nilai kepada pembaca agar mencontoh atau mendapat manfaat agar diterapkan di
kehidupan sehari-hari seperti nilai moral penolong,nilai agama taat beribadah
dan lainnya.
4.2 SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini memberi manfaat bagi
pembaca dan pengetahuan tentang isi maupun gagasan dalam novel “Anak Perempuan
di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana sehingga terdapat rasa
menggugah untuk mengambil nilai-nilai positif atau kritikannya jika dalam
makalah ini belum sempurna.
“Tak ada Gading yang Tak Retak”
DAFTAR PUSTAKA
Abdul,
Supratman. 1999. Roman Sastra Indonesia.
Bandung: CV PUSTAKA SETIA
Haryati, Nas. 2011. Apresiasi Prosa Indonesia. Semarang:
UNNES PRESS
Luar biasa, sangat bermanfaat
BalasHapus