Senin, 15 April 2013

Analisis Anak Perawan di Sarang Penyamun


APRESIASI NOVEL
 “ PENYAMUN NAIK HAJI DALAM ANALITIS”
DAN BEBERAPA PENDEKATAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Apresiasi Prosa
Dosen Pengampu        : Bu Sumartini,S.S., M.A.

Oleh    :
RIHA KHOLIDIYAH (2101411001)
Rombel 4


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

 
PRAKATA

            Makalah ini merupakan penelitian kritis terhadap karya sastra. Makalah ini menjelaskan berbagai elemen penting penyusun karya sastra fiksi dan menganalisisnya sesuai teori Robert Stanton, serta unsur-unsur ekstrinsik sebuah prosa. Makalah ini akan sangat berguna,baik bagi pembaca yang berpengalaman maupun pemula.
Bagian I mengulas maksud dan tujuan menganalisis karya sastra yang berupa novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sutan Takdir Alisyahbana.Bagian II berisi sinopsis dari novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sutan Takdir Alisyahbana.Bagian III menjabarkan tentang analisis novel yang berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”. Bagian IV berisi simpulan dan saran. Catatan kepustakaan dicantumkan pada bagian akhir.
Tidak ada gading yang tak retak; tidak ada yang sempurna di dunia ini, kecuali Allah S.W.T. Demikian halnya dengan makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna perbaikan pada waktu mendatang.
Ucapkan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berjasa atas terselesainya makalah ini.


Semarang, 14 Juni 2012
  
Penulis,

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah
Mengapresiasi karya sastra dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya membaca, menganalisis, dan memproduksi kembali. Karya sastra, khususnya sebuah novel dapat diapresiasi dengan menganalisisnya. Novel yang berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sultan Takdir Alisyahbana dapat diapresiasi dengan cara menganalisis novel tersebut dengan berbagai pendekatan.
Pendekatan sebagai suatu prinsip dasar atau landasan dalam mengapresiasi karya sastra dapat bermacam-macam. Hal itu disebabkan adanya:
1.      Perbedaan tujuan dan apa yang diapresiasi lewat teks sastra yang dibacanya.
2.      Kelangsungan apresiasi itu terproses lewat kegiatan bagaimana.
3.      Dan landasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi.
Bertolak dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi, di dalam mengapresiasi karya sastra pembaca antara lain dapat digunakan:
1.      Pendekatan Emotif.
2.      Pendekatan Analitis.
3.      Pendekatan Historis.
4.      Pendekatan Sosiopsikologis.
5.      Pendekatan didaktis.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memberi judul pada makalah ini dengan judul “Analisis Novel Anak Perawan di Sarang Penyamun melalui Berbagai Pendekatan”

1.2       Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai      berikut:
1.2.1    Bagaimana analisis novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”    karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan emotif?
1.2.2    Bagaimana analisis novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”    karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan analitis?
1.2.3    Bagaimana analisis novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”    karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan historis?
1.2.4    Bagaimana analisis novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”    karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan sosiopsikologis?
1.2.5    Bagaimana analisis novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”    karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan didaktis?

1.3       Tujuan Penulisan
1.3.1    Mengetahui hasil analisis novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan emotif.
1.3.2    Mengetahui hasil analisis novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan analitis.
1.3.3    Mengetahui hasil analisis novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan historis.
1.3.4    Mengetahui hasil analisis novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan         sosiopsikologis.
          1.3.5    Mengetahui hasil analisis novel berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan
           Sultan Takdir Alisyahbana melalui pendekatan didaktis


BAB II
SINOPSIS

Judul Novel     : Anak Perawan Di Sarang Penyamun
Pengarang       : Sutan Takdir Alisyahbana
Penerbit           : Dian Rakyat
Tebal Buku      : 126 Halaman
Tempat Terbit  : Jakarta

Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam ke Palembang itu, Haji Sahak membawa puluhan kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istri dan anak perawannya juga ikut pergi bersamanya ke Palembang. Di tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolan perampok yang di pimpin Medasing. Haji Sahak, dan istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun, beserta rombongan dibunuh oleh perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun itu.Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatanganya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam dia berniat membawa Sayu lari dari Sarang penyamun itu. Dan niatnya itu ia bisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut, Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Walaupun dengan berat hati untuk sementara dia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.Setelah berhasil merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan Medasing dan kawan selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perapokan yang mereka lakukan sebenarnya disebabkan karena rencana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada Saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa. Para saudagar dan pedagang sudah menunggu Medasing dan kawan-kawannya. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Malah hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling dia sayangi itu meninggal. Medasing sendiri terluka parah. Namun bisa menyelamatkan diri.Setelah Sanip meninggal dunia, di sarang penyamun itu hanya tinggal Sayu dan Medasing saja. Sewaktu Medasing terlupa parah, Sayu bingung sekali. Persediaan mereka makin menipis. Dengan penuh rasa kekhawatiran dan rasa takut, Sayu mendekati Medasing. Dia tidak sampai hati melihatnya dalam keadaan parah. Hati nuraninya tergerak ingin mencoba merawat luka-luka yang diderita oleh Medasing.Awalnya Sayu sangat takut dengan Medasing. Antara perasaan ingin menolong dengan perasaan takut berkcamuk dalam hati Sayu, akan tetapi perasaan takut dan benci itu, akhirnya kalah juga oleh perasaannya yang ingin menolong. Dia memberanikan diri mendekati Medasing. Dengan takut-takut dan gemetaran dia mengobati Medasing. Mula-mula mereka berdua tidak banyak biacara, namun lama kelamaan antara Sayu dan Medasing menjadi akrab. Medasing suka membicarakan pengalaman hidupnya. Dari cerita Medasing tentang bagaimana ia sebelum menjadi seorang penyamun yang sangat ditakuti sekarang ini, Medasing bukanlah keturunan seorang penyamun. Medasing keturunan orang.Dulu Medasing anak seorang saudagar kaya. Ayah Medasing yang kaya itu dirampok secara oleh segerombolan penjahat. Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh oleh gerombolan penjahat itu. Dia sendiri, karena masih kecil sekali, tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut. Medasing lalu dibawa ke sarang gerombolan. Karena pimpinan penyamun itu tidak punya anak, Medasing begitu disayanginya. Dia lalu diangkat oleh kepala penyamun itu sebagai anaknya. Setelah ayah angkatnya meninggal dunia, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing. Jadi gerombolan perampok yang dia pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Medasing sendiri tak pernah bercita-cita ingin menjadi penyamun, apalagi menjadi pimpinan perampok. Mendengar cerita itu hati Sayu menjadi luluh juga. Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan menjadi luntur. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang tulus, Sayu merawatnya sampai sembuh.Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. dan akhirnya mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam. Sesampainya di kota Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung. Mendengar itu, kedua orang ini langsung pergi menuju ke tempat Nyai Haji Andun. Ternyata Nyai Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Dia hanya terluka parah dan berhasil sembuh. Sekarang dia tinggal sendirian di ujung kampong dengan keadaan sakit keras. Disaat ibunya sedang kritis, Medasing dan Sayu muncul dihadapannya. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupanya itulah pertemuan terakhir mereka. Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini. Dia begitu menyesal. Dia sangat malu dan berdosa kepada Sayu dan keluarganya.Sejak itu Medasing berubah total hidupnya. Dia menjadi seorang hartawann yang sangat penyayang pada siapa saja. Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangannya dan Medasing mengubah namanya menjadi Haji Karim. Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenang masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yaitu Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram dan damai di kampung.

***

 
BAB III
PEMBAHASAN
3.1       Pendekatan Emotif
            Pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang menggugah perasaan pembaca yang dapat berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk maupun isi atau gagasan yang lucu dan menarik.
            Pada novel yang berjudul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Armijn Pane ada hal-hal yang dapat menggugah perasaan pembaca yaitu keberanian Sayu untuk menolong Medasing yang bertubuh kuat, kekar, layaknya raksasa yang membuat pembaca tertarik heran dengan keberanian Sayu menolong ketua penyamun yang terluka parah.Bagaimana perasaan Sayu? Kenapa tiba-tiba berani menyentuh tubuh penyamun itu?
            Dalam novel ini memberi suatu pembelajaran bagi pembaca, bahwa untuk menolong seseorang haruslah tanpa sikap memilih yang mana kita harus tulus ikhlas membantu sesama yang membutuhkan pertolongan.
3.2       Pendekatan Analitis
            Pendekatan analitis adalah pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengimajinasikan ide-idenya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik, dan mekanisme hubungan dari setiap unsur intrinsik sehingga membangun keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.
*      Memahami unsur-unsur intrinsik novel “Anak Perawan di Sarang Penyamun”
1.      Tema adalah gagasan, idea atau pikiran utama di dalam karya sastra, baik terungkap maupun tersirat.Tema yang terdapat dalam novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah sejahat apapun seseorang,dalam hatinya terdapat rasa kemanusiaan dan kesadaran untuk bertobat. Perubahan sikap orang yang dari buruk menjadi baik.
2.      Alur cerita/Plot adalah jalan cerita yang berisi kejadian, tetapi kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat,peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.Novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana menggunakan alur maju, sebab dalam cerita ini menjelaskan perjalanan penyamun merampok harta keluarga Haji Sahak dan bertemu dengan Sayu dan akhirnya Medasing menjadi baik dan menikah bahagia dengan Sayu. suatu sikap yang buruk menjadi yang baik.
Alur ada lima tahap,yaitu        :
                                                                                i.            Tahap Pengenalan
Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam ke Palembang itu, Haji Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istri dan anak perawannya juga ikut pergi bersamanya pergi ke Palembang.Di tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolah perampok yang di pimpin Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.
                                                                              ii.            Tahap Konflik
Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatanganya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam dia berniat membawa Sayu lari dari Sarang penyamun itu. Dan niatnya itu ia bisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.
Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut, Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Walaupun dengan berat hati untuk sementara dia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
                                                                            iii.            Tahap Klimaks
Setelah berhasil merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan Medasing dan kawan selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perapokan yang mereka lakukan sebenarnya disebabkan karena rencana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada Saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa. Para saudagar dan pedagang sudah menunggu Medasing dan kawan-kawannya. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Malah hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling dia sayangi itu meninggal.
                                                                            iv.            Tahap anti-klimaks
Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. dan akhirnya mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam. Sesampainya di kota Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung. Mendengar itu, kedua orang ini langsung pergi menuju ke tempat Nyai Haji Andun.
                                                                              v.            Tahap Penyelesaian
Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangannya dan Medasing mengubah namanya menjadi Haji Karim. Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenang masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yaitu Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram



1.      Tokoh dan Penokohan.
Sebagai tokoh karya fiksi atau tokoh rekaan adalah individu rekaan yang mengalami cerita kendati berupa rekaan atau hasil imajinasi pengarang, masalah penokohan adalah proses penampilan ‘tokoh’ sebagai pembawa peran watak tokoh dalam suatu pementasan lakon. Tokoh serta karakter dalam lakon drama ini adalah sebagai berikut. Tokoh-tokoh dalam novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana meliputi:
§  Lima para Penyamun: Medasing, Tusin, Amat, Sohan, Sanip.
§  Haji sahak dan Nyai hajjah andun.
§  Sayu anak dari haji sahak.
§  Samad.

Karakter dari masing-masing tokoh adalah sebagai berikut:
§  Medasing         : kejam, garang, kekar, sangat ditakuti lawan                                        satu sama lain.
Bukti                : Medasing mengangkat tangannya seketika dan                                  senjatanya disusunnya di tanah; maka                                                   berkatalah ia sambil memandang berganti-                                          ganti kepada sekalian temannya itu: “Takutkah                             kita dibuat serupa itu? Boleh kubakar                                     rumahnya di Pulau Pinang dan kubunuh                                            sekalian anak-isterinya.” (halaman 9 paragraf                              9).
§  Sayu                 : Berbudi luhur, sabar, sopan, taat agama, baik                                     hati.
Bukti                : Ketika Medasing terluka parah dan pulang ke                                    pondok dengan pingsan, Sayu cepat                                          mengambil air untuk membangunkan                                                  Medasing dan menolongnya sambil mengobati                                   luka yang ada di sekujur tubuh Medasing.                             (halaman83)
§  Haji Sahak dan Nyai hajjah Andun     : tabah, sabar menerima                                      cobaan.
Bukti                : Kedua orang tua sayu sabar menunggu                                              kepulangan Sayu walaupun menunggu                                                 beberapa lama dan kehilangan seluruh harta                             kekayaan yang dimiliki. (halaman 95)
§  Samad              : hatinya busuk, pengkhianat, pembohong.
Bukti                : Ketika Samad heran bertemu gadis cantik yang                                 bernama Sayu muncul niat busuknya untuk                              melarikan diri bernama gadis cantik itu dan                               meninggalkan Medasing. Dia berkata pada                            Sayu akan menolongnya untuk keluar dari                                         hutan dan di hatinya akan dijadikan istri                                              walaupun ia sudah punya istri di Pulau Pinang                                 dan beranak juga. ( halaman 31)
§  Tusin, Amat, Sohan, Sanip                  : kejam sama halnya dengan Medasing serta patuh dengan Medasing.
Bukti                : Anak buah medasing patuh dengan semua                                         perintah Medasing yang mana jika tidak                                               mematuhi semuanya akan dibunuh juga anak                                isterinya. (halaman 7)

2.      Latar atau Setting dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita. novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana berlatar di tempat yang berada ditengah hutan yang belantara, dan tempat lainnya itu palembang.
Bukti               :
Latar Tempat   :
a.       Di Hutan Palembang
Matahari bersinar di Hutan , onggokan cahaya lulus di celah-celah daun yang rapat dan bermain-main di tanah yang lembab kehitam-hitaman,amat gelisah.(Bab1 halaman 1)
b.      Dusun Endikat
Maka bermaksudlah mereka pergi menuntut ilmu yang gaib-gaib. Di Dusun Endikat mereka bersua dengan seorang tua yang termashur karena sihirnya. Di sana mereka belajar beberapa bulan dan ketika masaklah perguruan mereka, maka orang tua itu memberi nasehat pergi bertarak ke gunung Dempo.( Bab 1 halaman 5)
c.       Negeri Pagar Alam
Di Tengah negeri Pagar Alam ada sebuah rumah yang lebih indah dan kukuh dari rumah sekelilingnya. (Bab 7 halaman 43)
d.      Di lembah Sungai Lematang
Tangan Tusin yang patah dilempar anak pada pertempuran di lembah Sungai Lematang lebih dari dua bulan yang lalu telah sembuh dan sekarang ia telah dapat hidup seperti biasa bersama-sama dengan teman lainnya. (Bab 8 halaman 52)
e.       Dusun Pagar Alam
Di ujung sebelah barat dusun Pagar Alam rumag bertambah jarang; kebun yang mengelilingi tiap-tiap rumah bertambah luas, dan rumahnya pun makin kecil, makin menyerupai pondok di ladang. ( Bab 12 halaman 72)
Latar Waktu    :
a.       Menandakan Pagi
Langit di sebelah timur bertambah terang. Cahaya ungu suram bertambah lama bertambah kuning rupanya dan kesudahannya timbul dibalk awan emas yang bersusun matahari, mula-mula sepotong, sebelah dan kesudahannya bulat sebagai bulan digambar-gambaran, berseri-seri laksana orang tersenyum memandang ke dunia. (Bab 4 halaman 26)
b.      Menandakan Senja
Matahari baru terpuruk di sebelah barat dan gelap baru terentang, sehingga belumlah rapat benar; di sana-sini masih kelihatan bekas cahaya siang menyerupai kekabur-kaburan.(Bab 11 halaman 67)
c.       Tengah Hari
Telah lewat tengah hari ketika Medasing tiba kembali di pondok.Sayu duduk di muka pintu di atas tangga, sehingga dari jauh tampak kepadanya laki-laki itu datang. (Bab 14 halaman 82)
d.      Semalam
Semalam-malaman itu Medasing hampir tak memicingkan matanya sekejap juapun oleh karena banyak yang mendesak pikiran hatinya. (Bab15 halaman 89)
e.       Esok Hari
Keesokan harinya kedua-duanya berangkat meninggalkan lembah Lematang. Seorang ke arah selatan dan seorang ke arah utara. (Bab 19 halaman 108)

Latar Suasana
a.       Suasana Gelap
Di hutan yang lebat itu bertambah lama bertambah gelap. Sekalian bayang-bayang menjadi satu, mula-mula kekabur kaburan dan kesudahannya hitam-legam.(Bab 2 halaman 12 paragraf 1)
b.      Suasana Mencekam
Demikianlah perkelahian antara penyamun dengan orang yang disamun, ketika sekonyong-konyong turun hujan yang lebat sebagai dicurahkan dari langit. Kilat serang-menyerang membelah gelap-hulita, sehingga beberapa kali terang-cuaca seluruh hutan, seluruh medan perjuangan di tepi jalan itu: Halilintar menderu-deru, dahsyat dan ngeri, seakan-akan hendak memusnahkan bumi, menghancur-remukkan sekalian manusia yang hidup dan tiada tahu akan harga hidupnya itu. (Bab 2 halaman 19 paragraf 5)
c.       Suasana Kesunyian
Sunyi bertambah sunyi dalam pondok tempat penyamun itu; mereka yang dahulu berlima sekarang hanya tinggal berdua lagi.( Bab 13 halaman 76 paragraf 1)
d.      Suasana Keharuan
Tetapi sebelum ia menutup matanya untuk selama-lamanya ia telah mengecap kenikmatan pertemuan dengan biji matanya, yang dinantikan dan dihasratkannya dengan seluruh jiwanya, sehingga merusakkan dirinya, rohani dan jasmani. (Bab17 halaman 97 paragraf 2)
e.       Suasana Kemalangan
Samad menceritakan kemelaratan dan kesengsaraannya dalam pengembaraan sejak perceraian pada malam perampokan yang sial itu.Malang datang menimpa malang, segala yang dipegangnya tak menjadi dan sekalian usahanya tiada berhasil. Jauh perjalanannya dan banyak negeri yang telah dikunjunginya,tetapi di mana-mana sial yang ditemuinya.(Bab 19 halaman 108 paragraf 2)

3.      Sudut Pandang novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah orang ketiga dan menceritakan tentang lukisan alam yang hidup, menggambarkan hutan belantara yang sangat luas dan kebesaran Allah yang menciptakannya.
4.      Gaya Bahasa novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah dalam gaya bahasa yang digunakan sangat menarik dan gaya bahasa yang hidup dan lincah seperti anak air di pegunungan.
5.      Amanat novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah dalam cerita ini bahwa sejahat-jahatnya orang pada akhirnya ia sadar apa yang ia lakukan itu selama ini salah,dan bertaubatlah dalam perbuatan yang sangat kejam itu menjadi berbuat baik.
*      Memahami keterkaitan hubungan antarunsur intrinsik.
Alasan novel di beri judul “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karangan Sutan Takdir Alisyahbana karena di tahap awal cerita diceritakan tokoh Sayu yang masih perawan, suci, dan taat beragama yang mana orang tuanya di rampok dan dibunuh oleh segerombolan penyamun. Lalu Sayu dibawa Penyamun ke tempat persembunyiannya di dalam hutan yang gelap oleh karena itu di kasih judul “Anak Perawan di Sarang Penyamun”.
Keterkaitan dengan kehidupan sekarang adalah masih maraknya pencurian karena krisis ekonomi sama halnya dengan penyamun di cerita tersebut.Perubahan sikap orang dari jahat menjadi baik akhirnya bertobat dan melakukan ibadah rukun islam yang ke lima yaitu ibadah Haji.

3.3       Pendekatan Historis
            Didalam pendekatan historis ini lebih menekankan pada pemahaman biografi pengarang dan latar belakang peristiwa kesejarahan pada zaman tersebut, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada umumnya dari zaman ke zaman.
Biografi pengarang Sutan Takdir Alisyahbana adalah motor dan pejuang gerakan pujangga Baru. Dia dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan, puda tanggal 11I Pebruari 1908. Buku roman pertamanya adalah Tak putus Dirundung Malang yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, tempat dia bekerja.
Mula-mula Sutan Takdir Alisyahbana bersekolah di HD Bangkahulu, kemudian melanjutkan ke Kweekschool di Muara Enim, dan HBS di Bandung. Setelah itu, ia melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu RHS ( Recht HogeSchool) di Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum).
Selain itu, Takdir mengikuii titiar tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Peranan Sutan Takdir Alisyahbana dalam bidang sastra, budaya, dan bahasa sangat besar. Ia telah menulis beberapa judul buku yang berhubungan dengan ketiga bidang tersebut. Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya Tak Putus Dirundung Malang (1929). Disusul dengan karyanya yang lain, yaitu Diam Tak Kunjung padam (1932), Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun (1941l), Grotta Azzura (1970), Tebaran Mega, Kalah dan Menang (1978), Puisi Lama (1941), dan puisi Baru (1946). Karyanya yang lain yang bukan berupa karya sastra ialah Tata bahasa Bahasa Indonesia (1936), Pembimbing ke Filsafat (1946), Dari perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957), dan Revolusi Masyarikat "dan Kebudayaan di indonesia (1966).
Salah satu karyanya yang mendapat sorotan masyarakat dan para peminat sastra yaitu Layar Terkembang. Novel ini telah mengalami cetak ulang beberapa kali. Selain itu, Layar Terkembang merupakan cerminan cita-citanya. Dalam novel ini Takdir merenuangkan gagasannya dalam memajukan masyarakat, terutama gagasan memajukan peranan kaum wanita. cita-cita Takdir digambarkannya melalui tokoh Tuti sebagai wanita Indonesia yang berpikiran maju yang aktif dalam pergerakan wanita. Layar Terkembang merupakan puncak karya sastra Pujangga Baru.
Latar belakang peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi munculnya novel ini adalah sebelum kemerdekaan sekitar tahun 1941.
Perkembanagan kehidupan penciptaan novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah kehidupan manusia dari kejahatan menuju ke kebaikan.
3.4       Pendekatan Sosiopsikologis
            Pendekatan Sosiopsikologis berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya atau zamannya pada saat prosa fiksi diwujudkan.
            Latar belakang kehidupan sosial novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah kehidupan sosial yang miskin dimana seseorang dapat berbuat kejahatan seperti merampok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Dimana kehidupan yang seba miskin membuat jiwa seseorang berbuat perilaku yang menyimpang dan tidak mempedulikan apakah cara yang dipakai benar atau salah.
            Sikap pengarang terhadap lingkungannya adalah dinamis dari kondisi lingkungan terpuruk membuat sikap jahat berubah menjadi baik di kondisi lingkungan yang lebih baik.
            Hubungan antara karya sastra novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana dengan zamannya adalah pada saat perang dimana Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya.

3.5       Pendekatan Didaktis
Pendekatan didaktis berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif  maupun siap pengarang terhadap kehidupan.
ü  Nilai moral
  Nilai moral yang dapat diambil dari novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah sikap penolong seorang wanita yang berbudi luhur .
ü  Nilai etis
Nilai etis dalam novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana tetap mempertahankan keperawanannya baik dicontoh untuk kalangan wanita masa kini.
ü  Nilai agama
           Nilai agama dari novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah mengagumi kebesaran tuhan dan taat akan ibadah kepata Tuhan-Nya.
ü  Nilai sosial
Melalui novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana, nilai sosialnya berupa hal yang memberi nasihat bahwa di kehidupan yang miskin adalah tantangan kesabaran atau ujian yang harus kalian ubah dengan kerja keras agar menjadi kehidupan yang lebih baik.            




BAB IV
PENUTUP

4.1       SIMPULAN
            Mengapresiasi novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana dapat dilakukan dengan menganalisisnya melalui berbagai pendekatan.
            Melalui pendekatan emotif, novel ini memberi suatu hal yang dapat menggugah perasaan pembaca, bahwa sesama manusia harus saling tolong menolong walaupun yang kita tolong adalah orang yang sudah jahat dengan kita.
            Melalui pendekatan analitis, novel ini menceritakan tentang perubahan orang dari jahat menjadi lebih baik yang mana keterkaitannya dengan kehidupan akan memperolah manfaat yang baik pula.
            Melalui pendekatan historis, bahwa novel ini terbentuk oleh pengarangnya sendiri yang mana kehidupan waktu zaman perang melatarbelakangi adanya perampokan yang diceritakan di novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana.
            Melalui pendekatan sosiopsikologis, bahwa novel ini terbentuk oleh kehidupan sosial  masyarakat di waktu itu sehingga tercipta karya dengan kehidupan sosial yang sama.
            Melalui pendekatan didaktis, bahwa memberi manfaat dan nilai kepada pembaca agar mencontoh atau mendapat manfaat agar diterapkan di kehidupan sehari-hari seperti nilai moral penolong,nilai agama taat beribadah dan lainnya.

4.2       SARAN
            Semoga dengan adanya makalah ini memberi manfaat bagi pembaca dan pengetahuan tentang isi maupun gagasan dalam novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana sehingga terdapat rasa menggugah untuk mengambil nilai-nilai positif atau kritikannya jika dalam makalah ini belum sempurna.
“Tak ada Gading yang Tak Retak”




DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Supratman. 1999. Roman Sastra Indonesia. Bandung: CV PUSTAKA SETIA
Haryati, Nas. 2011. Apresiasi Prosa Indonesia. Semarang: UNNES PRESS




1 komentar: